Oleh: Wafia Mustamin
Mahasiswa Ilmu Komunikasi UMI Makassar
Hari pertama uji coba sistem Elektronic Traffic Law Enforcement (ETLE) atau biasa disebut tilang elektronik di kota Makassar, Senin (18/12/2018) berhasil menjaring setidaknya seribu lebih pelanggar kendaraan lalu lintas.
Mayoritas aturan yang dilanggar terkait marka jalan.
Penerapan tilang melalui pemantauan cctv ini adalah tindakan antisipasi pelanggar lalu lintas di Makassar yang seringkali mengabaikan aturan berkendara.
Pelanggaran dalam berlalu lintas memang mengkhawatirkan, bukan hanya merugikan si pelanggar, namun juga berpotensi mencederai pengguna jalan lain.
Namun bahaya tersebut seperti tidak menjadi momok menakutkan bagi sebagian pelanggar nakal, karena tidak disertai dengan sanksi atau efek jera yang maksimal.
Negosiasi atau jalan damai acapkali disoroti sebagai hal yang buruk namun tetap dipandang efektif oleh banyak pihak.
Alih-alih menjalani proses persidangan sesuai hukum, para pelanggar lebih memilih jalan damai meski harus membayar uang lebih.
Pun dengan oknum yang menindaklanjuti para pelanggar tidak ketinggalan mengambil kesempatan melalui hal tersebut.
Keduanya sama-sama untung, si pelanggar bebas dan si oknum mendapat uang rokok.
Maka pelanggaran lalu lintas menjadi hal yang sangat lumrah di Makassar khususnya karena pelanggaran berulang dan tindak lanjut melalui jalan damai yang sama.
Jika melanggar, sisa negosiasi dan bayar sesuai kesepakatan, maka urusan selesai.
Hal tersebutlah yang tertanam di pikiran para pengendara sehingga keselamatan tidak dijadikan prioritas.
Sistem tilang elektronik melalui pantauan cctv ini diharapakan mampu membawa angin segar dan memberi wajah baru dalam lalu lintas Makassar yang mengkhawatirkan, terutama pelanggaran lalu lintas.
Berbagai pihak harus berkordinasi demi maksimalnya penerapan sistem baru tersebut.
Jika berjalan lancar maka keriwetan lalu lintas Makassar akan sedikit teratasi.
Pelanggar berkurang, pengendara lain aman , dan oknum penyedia jasa damai menghilang.