SURABAYA – beritalima.com, Selebgram Alexa Dewi menjalani sidang pembacaan eksepsi atau nota pembelaan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada kasus dugaan penipuan dan penggelapan yang menjerat dirinya di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Selasa (25/6/2024).
Puluhan korban dari terdakwa Alexa Dewi memenuhi kursi pengunjung diruang sidang Kartika I Pengadilan Negeri Surabaya menyaksikan jalannya persidangan.
Sebelumnya, Alexa Dewi duduk sebagai terdakwa bersama dengan selebgram Rully Febriana dan Mitaresa setelah arisannya yang tergabung dalam Cuan Group gagal bayar dan investasi yang mereka kelola melalui CV. Cuan Gruo diketahui bodong karena tidak terdaftar di Kemenkumham maupun Bappemti.
Ketua Tim Penasehat Hukum terdakwa Alexa Dewi, Abdul Karim dalam eksepsinya menyatakan keberatan dengan dakwaan JPU. Sebab, ia menilai bahwa dakwaan tersebut masih kurang jelas.
“Pada intinya, kami keberatan terhadap dakwaan yang disampaikan oleh JPU. Kami menganggap ini hanyalah perkara gagal bayar atau wanprestasi berdasarkan pasal 1243 KUHPerdata.” katanya usai sidang.
Tim kuasa hukum terdakwa Alexa Dewi yakni Abdul Karim, Rio Adhitya Wicaksono, Sanih Mafadi, Achmad Murtadio dan Nurdin, sepakat menyatakan perjanjian investasi yang telah ditandatangani oleh pihak pertama sebagai pengelola dana dan pihak kedua sebagai investor haruslah tunduk pada perjanjian tersebut.
“Perjanjian yang telah dibuat dan disepakati oleh para pihak telah memenuhi unsur dalam pasal 1320 KUHPerdata. Sehingga perjanjian kerjasama investasi yang telah disepakati tersebut menjadi undang-undang bagi para pihak. Sesuai pasal 1338 KUHPerdata terhadap keduanya diwajibkan untuk tunduk memenuhi hak serta kewajiban yang ada,” sambung Sanih Mafadi membacakan eksepsi.
Namun lanjut Sanih, bila pihak pertama selaku pengelola dana belum memberikan keuntungan dari investasi maka hal tersebut adalah sebuah tindakan lalai.
“Sehingga berdasarkan Pasal 1243 KUHPerdata, tindakan terdakwa Alexa Dewi selaku pengelola dana investasi yang tidak menjalankan kewajibannya merupakan tindakan ingkar janji atau wanprestasi,” lanjut Sanih.
Sementara terkait surat dakwaan diberikan menjelang persidangan, terdakwa Alexa Dewi dan tim kuasa hukumnya berpendapat bahwa surat dakwaan penuntut umum batal demi hukum.
Seharusnya terdakwa dan tim penasehat hukumnya diberikan salinan surat dakwaan oleh JPU. Namun ternyata surat dakwaan baru diberikan pada persidangan pertama pada tanggal 25 Juni 2024 dengan acara pembacaan surat dakwaan.
“Tindakan ini sangat merugikan terdakwa karena berdasarkan pasal 143 Ayat (4) KUHAPerdata dinyatakan, turunan surat pelimpahan perkara beserta surat dakwaan disampaikan kepada tersangka atau kuasa hukumnya dan penyidik, pada saat yang bersamaan dengan penyampaian surat pelimpahan perkara tersebut ke Pengadilan Negeri. Terdakwa tidak dapat diperiksa berdasarkan surat dakwaan yang tidak sah,” kata Rio Adhitya Wicaksono.
Sisi lain tim pengacara dari terdakwa Alexa Dewi keberatan tentang kaburnya tempat kejadian perkara dan waktu kejadian perkara (locus dan tempus delicti) serta modus operandinya.
Menurut Rio Adhitya surat dakwaan Jaksa pada paragraf pertama dan pada dakwaan kedua halaman 4-5 dinyatakan bahwa terdakwa Alexa Dewi bersama dengan saksi Rully Febriana dan saksi Mitaresa pada sekitar bulan April 2023 bertempat di jalan Kramat Jati, Jajat Tunggal, kecamatan Wiyung, kota Surabaya. Padahal kejadian yang sebenarnya pada sekitar bulan April sampai September 2023.
“Perbedaan locus delicti ini menjadikan surat dakwaan bias dan kabur karena tidak dijelaskan secara jelas dan pasti tentang tempat dan waktu terjadinya tindak pidana. Dakwaan Penuntut umum cenderung asal-asalan. JPU juga tidak cermat menyusun surat dakwaan menyebabkan surat dakwaan tidak sempurna, sehingga berdasarkan Pasal 143 Ayat (2) huruf b juncto pasal 143 (3) KUHAPerdata surat dakwaan semacam ini batal demi hukum dan atau dapat dibatalkan,” lanjut Rio
Berdasarkan eksepsi tersebut, maka kami selaku kuasa hukum dari terdakwa Alexa Dewi pada pokoknya menyatakan, Menerima eksepsi dari penasehat hukum terdakwa Alexa Dewi untuk seluruhnya. Menyatakan surat dakwaan Penuntut umum dengan nomor register perkara : PDM-2490/M.5.10/Eoh.2/05/2024 batal demi hukum.
“Menetapkan pemeriksaan perkara terhadap terdakwa Alexa Dewi tidak dapat dilanjutkan dan membebaskan terdakwa Alexa Dewi dari segala dakwaan,” pungkas pengacara Sanih Mafadi membacakan nota pembelaan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
Diketahui, Jaksa Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Anoek Ekawati dalam dakwaannya menyebut kalau program-program investasi dan arisan dari terdakwa Alexa Dewi, Rully Febriana bersama dengan terdakwa Mitaresa adalah program yang tidak memiliki usaha apapun, hanyalah memutar uang modal yang masuk selain untuk membayar para investor terdahulu juga untuk memenuhi kebutuhan hidup ketiga terdakwa.
Temuan kasus investasi dan arisan abal-abal ini, jelas Jaksa Anoek ini bermula dari adanya laporan masyarak pada 19 Oktober 2024 lalu, dengan korban Wahyu Wijayanti, Siti Maemunah, Elvi Pratiwi, Stefanie Susanto dan masih banyak korban lainnya.
“Saat korban pernah menanyakan “apakah bisnis ini aman? Dan dijawab oleh terdakwa Rully Febriana “kalau investasi ini aman karena dinaungi oleh 6 lawyer dan kantor juga sudah ada yaitu di daerah Wiyung kota Surabaya,” jelas Jaksa.
“Perbuatan terdakwa Alexa Dewi dan Rully Febriana serta Mitaresa (berkas terpisah) diancam Pidana dalam Pasal 372 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan 378 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (Han).