SURABAYA, beritalima.com | Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Timur dan DPR RI beberapa waktu lalu gelar “Promosi Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) Program Percepatan Penurunan Stunting Pada Masyarakat di Wilayah Khusus Tahun 2022” di Kapasan, Simokerto, Surabaya.
Talkshow dengan topik “Hindari Kehamilan 4 Terlalu Untuk Mencegah Anak Stunting” itu menghadirkan narasumber anggota Komisi IX DPR RI Lucy Kurniasari, Koordinator Bidang Litbang Perwakilan BKKBN Jawa Timur Sukamto, dan Kepala Bidang Pengendalian Penduduk dan Keluarga Sejahtera Kota Surabaya dr Atik Tri Arini.
Lucy mengatakan, menghindari kehamilan 4T ini sangat penting. Kehamilan 4T yang dimaksud, Terlalu muda, Terlalu tua, Terlalu dekat/rapat, dan Terlalu sering. Untuk menghindari itu, tutur Lucy, jangan menikah usia muda, hindari pergaulan bebas.
“Pendewasaan usia perkawinan sangat penting agar terhindar dari berbagai risiko atau dampak yang disebabkan oleh pernikahan terlalu dini,” ujarnya. “Usia reproduksi yang harus dipersiapkan secara matang dan terencana dengan baik agar terhindar dari dampak yang merugikan seperti dampak psikologis, kondisi kesehatan, bayi yang tidak sehat, dan sebagainya,” terangnya.
“Faktor dalam perencanaan kehamilan atau dalam pengaturan kehamilan adalah memakai alat kontrasepsi (IUD, Kondom atau Pil), berkaitan dengan usia pernikahan. Jadi bagaimana pengaturan kehamilan itu dihubungkan dengan penundaan usia pernikahan, bagi kaum wanita usia ideal 21 tahun dan kaum pria usia ideal 25 tahun,” ujar lanjut Lucy.
Sedangkan Sukamto menjelaskan, sebagaimana Perpres 72 dengan target prevalensi angka stunting di Indonesia adalah 14% pada tahun 2024. Saat ini, berdasarkan angka dari SSGI 2021 masih 23,5% di Jawa Timur.
Strategi percepatan penurunan angka stunting telah dilaksanakan BKKBN Jatim, diantaranya telah membentuk Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang terdiri dari unsur Bidan/Tenaga Kesehatan, TP-PKK dan Kader KB. Jumlah personil TPK di Surabaya ada 6.642 orang, dan se-Jawa Timur sebanyak 93.729 orang.
Tugas mereka memberikan pendampingan keluarga berisiko stunting, pendampingan semua calon pengantin/calon Pasangan Usia Subur (PUS) dan surveilans keluarga berisiko stunting.
Sukamto juga menyampaikan, angka pernikahan usia dini ternyata masih tergolong tinggi, sehingga dikhawatirkan bisa menghambat program percepatan penurunan stunting.
“Kami sangat prihatin di Jatim angka pernikahan usia dini masih tinggi. Dari Pengadilan Tinggi Agama Surabaya, mulai Januari hingga Agustus 2022, ada 10.275 kasus pengajuan dispensasi nikah dan yang dikabulkan sebanyak 9.863 kasus,” jelas Sukamto.
Ditambahkan, ada sepuluh Kabupaten/Kota dengan angka pernikahan dini tertinggi di Jatim, dan ini linier dengan masih tingginya angka stunting di daerah tersebut.
Pasangan Usia Subur (PUS) yang nikah dini sangat berpotensi melahirkan anak-anak yang stunting. BKKBN mengharapkan dukungan ibu-ibu bidan untuk membantu memberikan KIE kepada masyarakat akan pentingnya Pendewasaan Usia Pernikahan (PUP) dimana BKKBN menganjurkan usia ideal menikah bagi wanita di usia 21 tahun dan pria usia 25 tahun.
Sementara itu Kepala Bidang Pengendalian Penduduk dan Keluarga Sejahtera DP3AKKB Kota Surabaya, dr Atik Tri Arini, mengatakan, ada 4 sasaran untuk pencegahan stunting, yakni pasangan usia subur, ibu hamil, ibu nifas, serta ibu yang memiliki anak di bawah usia dua tahun (baduta) dan di bawah lima tahun (balita). (Gan)
Teks Foto: Lucy Kurniasari, Sukamto dan dr Atik Tri Arini ketika Talkshow Pencegahan Stunting di Kapasan, Simokerto, Surabaya.