SURABAYA, Beritalima.com |
Tidak bisa dimungkiri musim pandemi sekarang ini turut membatasi ruang eksplorasi anak. Ditambah dengan sistem sekolah yang dilakukan dari rumah, hal itu secara tidak langsung meningkatkan penggunaan gadget pada anak. Meskipun beberapa anak melakukan sekolah daring dengan laptop, namun salah seorang psikolog dari Universitas Airlangga (UNAIR), Dr. Dewi Retno Suminar, M.Si., Psikolog menyebut aktivitas itu tetap memungkinkan anak-anak berselancar di dunia maya yang akhirnya bisa membangkitkan rasa ingin tahu terhadap segala hal semakin besar.
“Ketika anak sudah haus akan berita, film, dan fasilitas internet lainnya melalui gadget sementara kontrol diri tidak bisa menghentikan, hal itu bisa menyebabkan gangguan yang ditandai dengan rasa gelisah dan tidak bisa tidur nyenyak,” jelasnya.
Psikolog anak itu menjelaskan kecanduan gadget dapat memunculkan beberapa permasalahan psikologis. Di antaranya yaitu terhambatnya interaksi anak dengan orang lain, anak merasa kesepian ketika gadget mati atau sedang tidak berada di tangan, serta mudah marah dan panik saat ketinggalan berita.
“Bahkan anak juga bisa stress ketika tahu ada teman seusianya mengabarkan hal-hal yang melebihi dirinya di medsos dan itu bisa menyebabkannya mengalami gangguan FoMo (Fear of Missing Out),” tambahnya.
Mengenai penggunaan gadget pada anak, psikolog yang lahir di Pacitan itu menuturkan kita tidak bisa menyalahkan gadget-nya. Akan tetapi, dosen 53 tahun itu menekankan yang perlu diperhatikan adalah kontrol terhadap pemanfaatan dari gadget. Untuk itu, dia membeberkan beberapa tips untuk mengontrol penggunaan gadget pada anak.
Tips pertama, psikolog yang kerap disapa Retno itu menyebut harus ada kontrol dan batasan waktu dalam menggunakan gadget.
“Bisa dibuat kesepakatan berapa jam anak diperbolehkan bermain gadget. Kalau dia menggunakan gadget melebihi dari separuh waktu di luar jam tidurnya, maka harus dilakukan aktivitas yang tidak melibatkan gadget,” terangnya.
Terkait dengan aktivitas yang mampu mengalihkan perhatian anak dari gadget, Dr. Retno menyebut beberapa kegiatan seperti permainan tradisional, olahraga ringan, bersih-bersih rumah dan mengatur ruangan, serta membantu memasak dan berkebun bisa menjadi salah satu solusi.
“Kegiatan non gadget tersebut secara tidak langsung juga bisa mengembangkan interaksi sosial anak,” tambahnya.
Terakhir, dosen mata kuliah Psikologi Bermain itu juga mengingatkan bahwa orang tua juga harus memberikan contoh pemanfaatan serta porsi penggunaan gadget yang baik.
“Batasi waktu bermain gadget, hindarkan anak dari aktivitas yang harus berbau gadget, berikan punishment ketika anak melanggar perjanjian batas waktu menggunakan gadget, dan berikan reward ketika anak mampu menaatinya,” pungkasnya. (Yul)