BOGOR, beritalima.com – Gunung Halimun dan Gunung Salak, tidak saja disebut sebagai kawasan hutan saja akan tetapi sebagai kawasan hutan konservasi yang harus dilindungi hingga menjadi Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Sebelumnya hanya TNGH lalu diperluas ke Gunung Salak hingga menjadi TNGHS yang luasnya mencapai 180 riibu hektar.
Demikian hal itu diungkapkan Julianti, Kasubdit Pelayanan Jasa Lingkungan Wisata Alam (PJLWA) dibawah Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Jum’at (20/9/2019) di Resort PTNW Cikaniki, Seksi PTN Wilayah II Bogor, Taman Nasional Gunung Halimun Salak.
Lebih lanjut dijelaskan Julianti, kawasan itu tidak saja sebagai kawasan konservasi akan tetapi juga sebagai kawasan Ekowisata dan Ecotourism, dimana para pecinta alam atau masyarakat yang berkunjung ke TNGHS mendapat edukasi untuk sama sama menjaga kelestarian alam yang harus dilindungi.
Hal ini juga menurutnya, harus juga didukung dengan Jasa Travel, para UKM, dan wana wisata lainnya. Namun yang mendapat ijin untuk menjadi jasa travel dan ukm harus berbentuk badan usaha dan koperasi, hingga masyarakat sekitar telah terakomodir 200 KK baik yang tinggal di kawasan gunung halimun maupun yang tinggal di kawasan gunung salak.
Hal senada diungkapkan Koko Komarudin, pejabat fungsional Pengendali Ekosistem Hutan (PEH), pada Balai TNGHS membenarkan bahwa kawasan hutan gunung halimun dan salak sebagai kawasan konservasi juga sebagai ekowisata yang harus dikembangkan. Berdasarkan keterangannya dalam pengembangan wisata sudah ada penetapannya hingga ke depannya menjadi lebih baik.
“Di kawasan TNGHS tidak saja sebagai ekowisata dan ecotourism akan tetapi ada wisata adat juga dimana tiap tahun melaksanakan kebudayaan kasepuhan yang secara turun temurun harus dilestsrikan, kendati warganya bekerja di Jakarta harus pulang mengikuti perayaan adat kasepuhan,” tandasnya. ddm