JAKARTA, Beritalima.com– Sejumlah tokoh nasional antara lain ekonom senior Rizal Ramli, mantan Panglima TNI, Gatot Nurmantyo, senator dari Dapil Provinsi Selatan, Tamsil Linrung, Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti serta beberapa kekuatan oposisi bertemu di Sekolah Insan Cendekia Madani, Serpong, akhir pekan ini.
Pertemuan tersebut, jelas pengamat politik dari Universitas Esa Unggul Jakarta, Muhammad Jamiluddin Ritonga ketika bincang-bincang dengan Beritalima.com di Jakarta, Sabtu (8/5) siang, sudah pasti bernuansa politis. Setidaknya ada upaya menghimpun kelompok oposisi untuk mengoreksi Pemerintahan pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mereka nilai sudah banyak melenceng dari arah tujuan berbangsa dan bernegara.
Adanya kesadaran memperkuat kelompok oposisi, kata pengajar Isu dan Krisis Manajemen, Metode Penelitian Komunikasi dan Riset Kehumasan tersebut, tentu menggembirakan. Sebab, saat ini oposisi yang diperankan Partai Demokrat dan PKS belum cukup kuat untuk ‘melawan’ kekuatan raksasa partai pendukung Pemerintahan Jokowi.
Dengan bersatunya kelompok oposisi, lanjut pria yang akrab disapa Jamil ini, dengan sendirinya menambah amunisi bagi Partai Demokrat dan PKS untuk bersama-sama mengkritisi rezim yang berkuasa. “Hal ini tentunya akan lebih menyehatkan demokrasi di Indonesia yang belakangan tampak ‘meriang’.
Karena itu, lanjut Jamil, kehadiran mereka diharapkan dapat memperkuat poros oposisi. Partai Demokrat dan PKS selayaknya merespon kehadiran mereka dengan tangan terbuka.
“Kalau semua kekuatan oposisi bersatu, ada kemungkinan terbentuknya poros baru pada Pilpres 2024. Namun untuk sampai ke sana tampaknya banyak jalan terjal yang merintanginya,” ungkap Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Institut Ilmu Soasial Ilmu Politik (IISIP) Jakarta 1996 – 1999 tersebut.
Pertama, kata dia, belum ada tokoh yang dapat mempersatukan semua kekuatan oposisi. Rizal Ramli, Gatot Nurmantyo, dan La Nyalla belum memenuhi kriteria yang dapat mempersatukan kelompok opisisi.
Dua, adanya keinginan dari tokoh-tokoh oposisi untuk mencalonkan diri pada pilpres 2014. “Kalau dari mereka tidak ada yang mengalah, koalisi kelompok oposisi akan seperti bunga yang layu sebelum berkembang,” kata Jamil. “Sulit mencapai Presidential Threshold (PT) 20 persen. Mengharapkan dari Partai Demokrat dan PKS, tentu PT tidak tercapai.
Dilain pihak, pemerintah dan DPR sudah menutup pintu untuk merevisi UU Pemilu. Hal ini dengan sendirinya akan mempersulit kelompok oposisi mengusung calon pada pilpres 2024.
“Jadi, kalau kelompok oposisi bersatu, diharapkan dapat menjaga demokrasi tetap bersemi di Indonesia. Poros ini dapat menjadi kelompok penekan yang efektif untuk mengawasi jalannya pemerintah sesuai dengan Pancasila dan UUD,” demikian Muhammad Jamiluddin Ritonga. (akhir)