JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Komisi X DPR RI sekaligus tokoh pendidikan Jawa Timur, Prof Dr Zainuddin Maliki menyarankan agar tahun ajaran baru 2020-2021 tetap dimulai awal Juli mendatang.
Soalnya, ungkap legislator dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) dalam keterangan tertulis melalui WhatsApp (WA) kepada Beritalima.com, Sabtu (23/5) siang, tidak ada yang dapat memastikan kapan wabah virus Corona (Covid-19) di tanah air bakal berakhir.
Hal itu dikatakan Zainuddin merespons kemungkinan tahun ajaran baru pendidikan 2020-2021 tetap Juli atau wabah Covid-19 belum mereda, tahun ajaran baru itu digeser ke Januari 2021. “Saya khawatir, setelah terlanjur ditunda ke Januari tetapi kondisinya juga masih begini-begini saja. Jadi, jalan saja tahun ajaran baru seperti biasa,” kata dia.
Namun, kata Zainuddin, mau atau tidak pembelajaran dari rumah menjadi pertimbangan utama pendidikan di tengah wabah yang telah merenggut ratusan ribu nyawa ini, proses belajar mengajar harus betul-betul dilakukan secara disiplin dalam menjaga protokol kesehatan.
Proses belajar mengajarnya, ungkap legislator dari Dapil X Provinsi Jawa Timur tersebut memungkinkan untuk menggunakan beberapa skema yang bisa,
salah satunya siswa dibagi dalam kelas tatap muka. Sebagian daring setiap minggunya.
Jadi pada minggu ini setengah dari siswa dalam satu kelas mengikuti pembelajaran secara tatap muka, setengahnya lagi daring. Dan, Minggu berikutnya, yang tadinya belajar secara tatap muka di sekolah, mengikuti secara daring.
Dengan skema ini, penataan ruang kelas bisa dilakukan mengikuti protokol Covid-19. Sesama siswa bisa berjarak.Tentu saja skema ini membutuhkan manajemen pembelajaran yang bagus. Karena itu, saya juga mengusulkan dibentuk tim teaching. Tim ini bertugas menyusun model pembelajaran berbasis proyek yang akan diberikan sebagai penugasan kepada siswa.
Proyek itu bisa gabungan dari beberapa mata pelajaran. Contohnya, siswa diberi satu proyek untuk mencari masalah. Misalnya, tugas Biologi. Siswa diminta mencari spesies tertentu di sekitar lingkungannya. Dari laporan yang dibuat, itu bisa dilihat Bahasa Indonesianya. Guru bahasanya bisa memberikan koreksi. Bisa juga diminta menuangkan dalam Bahasa Inggris. Di samping bisa juga dilihat dari ilmu yang relevan lainnya.
Jadi satu proyek itu dirumuskan sehingga masing-masing guru mata pelajaran yang tergabung dalam Tim Teaching tadi bisa memasukkan paket pembelajarannya ke satu proyek tersebut. “Ini yang disebut dengan integrated kurikulum. Pembelajarannya tematik. Jadi ada satu tema dipelajari dari beberapa sisi. Itu bisa,” kata dia.
Di negara lain yang sudah maju seperti Australia, mereka sudah terbiasa dengan model pembelajaran seperti itu. “Jadi, pembelajarannya jangan lagi content base learning, atau pembelajaran berbasis isi yang diminta kurikulum. Jangan teralu ke sana. Penuntasan kurikulum sudah tidak mungkin.”
Nah, dari project base, bukan content base itu juga bisa digunakan untuk mengevaluasi soft skil siswa. Misalnya anak-anak disuruh mencari satu spesies di selokan, itu kan ada yang berhasil, ada yang bisa tapi butuh waktu, ada yang mungkin gagal.
Dari proses pengerjaan proyek itu bisa dilihat kesungguhan dan kerapihan siswa. Juga bisa dilihat penguasaan teknologi. Misalnya apa yang dia lakukan harus direkam, didokumentasikan untuk portofolio. Ini lho aku ke selokan, mencari apa yang ditugaskan. Jadi sambil belajar penguasaan teknologi smartphone misalnya.
Tentu tema-temanya disesuaikan dengan perkembangan jiwa anak. Kelas I SD bukan tugas-tugas yang mencari tadi itu. Atau dalam pembelajaran disebut dengan istilah Inkuiri and Discovery, mencari dan menemukan.
Nah, kalau anak-anak yang kelas 1, kelas 2, itu mereka bisa lebih banyak bermain.
Dari bermain, anak-anak itu bisa belajar mengasah emosi, memperkaya imajinasi, menyalurkan rasa ingin tahu dan seterusnya. Itu penting untuk perkembangan jiwa anak.
“Melalui bermain itu, dia bisa diajarkan pola hidup disiplin, pola hidup bersih, seperti itu. Model pembelajaran seperti ini seharusnya sudah dilakukan pada saat tidak ada Covid-19. Nyatanya kan pada saat tidak ada Corona, guru itu mengajar kesannya cuma untuk mengejar target, atau skor Unas,” demikian Prof Dr Zainuddin Maliki. (akhir)