JAKARTA, Beritalima.com– Mantan Pamglima TNI Jenderal Purnawirawan Gatot Nurmantyo memilih tidak hadir untuk menerima langsung Bintang Mahaputera dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada puncak peringatan Hari Pahlawan 2020 di Istana Merdeka, 10 Nopember lalu. Alasannya karena pandemi Covid-19.
Alasan ketidakhadiran jenderal bintang empat tersebut karena dalam kondisi wabah pandemi virus Corona (Covid-19) belum memperlihkan tanda-tanda mereda di Indonesia. “Saya melihat tidak hadirnya Gatot di Istana untuk memenuhi undangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah bagian dari usaha jenderal bintang empat itu menolak halus. Sebab, waktu Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) deklarasi dan saat ziarah ke Makam Pahlawan Kalibata, Gatot menyempatkan hadir,” kata pengamat komunikasi politik Muhammad Jamiluddin Ritonga.
Itu dikatakan pengajar isu dan krisis manajemen, metode penelitian komunikasi dan riset kehumasan Universitas Esa Unggul Jakarta ini saat bincang-bincang dengan Beritalima.com di Jakarta, Selasa (17/11) pagi. “Deklarasi KAMI dan menghadiri ziarah ke Kalibata adalah acara yang mengumpulkan banyak orang. Jadi, kalau alasan Gatot karena Covid-19, itu saya nilai penolakan secara halus.”
Dikatakan laki-laki yang akrab disapa Jamil ini, berbeda halnya acara penyerahan Bintang Mahaputera di Istana yang sudah pasti pelaksanaan protokol kesehatan lebih ketat dari di tempat lain. Jadi, ketidakhadiran Gatot dapat diartikan sebagai bentuk penolakan terhadap ajakan Istana.
Dengan penolakan itu, kata Jamil, Gatot mau menunjukkan dia konsisten bersama KAMI berada di luar Istana. Gatot juga ingin memberi pesan kepada semua orang, dirinya bukanlah sosok yang gila hormat. Bukan juga pribadi yang gemar pencitraan. Bagi Gatot, integritas jauh lebih penting daripada sebuah penghargaan.
Bersama rakyat mencari kebenaran dan keadilan jauh lebih mulia dari sebuah penghargaan. “Sikap Gatot seperti itu patut diteladani oleh anak bangsa. Sebab, orang seperti Gatot, yang menolak iming-iming penghargaan dan kekuasaan, sudah sangat langka di negeri ini,” demikian Muhammad Jamiluddin Ritonga. (akhir)