JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Komisi VII DPR RI, Dr H Mulyanto bidang Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Ilmu Pengetahuan (Iptek) dan Lingkungan Hidup (LH), Dr H Mulyanto menolak wacana Direktur PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati untuk menghapuskan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium dan Pertalite.
Menurut Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI bidang Industri dan Pembangunan tersebut, data yang dipergunakan sebagai alasan penghapusan BBM murah tersebut sangat tidak valid dan terlalu mengada-ada.
Politisi senior dari Dapil III Provinsi Banten ini menyebut, penghapusan BBM jenis Premium dan Pertalite bakal memberatkan rakyat, yang masih menanggung beban dampak dari wabah pandemi virus Corona (Covid-19).
“Ini program yang tidak tepat waktu. PKS menolak program-program Pemerintah yang hanya akan memberatkan rakyat. Padahal rakyat tengah menderita, baik secara kesehatan maupun ekonomi sebagai dampak Covid-19,” ujar Mulyanto kepada Beritalima.com di Gedung Nusantara I Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (2/9).
Sebelumnya, ungkap Mulyanto, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI dengan Dirut PT Pertamina, Nicke Widyawati beberapa hari lalu menyampaikan rencana penghapusan BBM jenis Premium dan Pertalite.
Pada RDP itu Nicke mengemukan alasannya karena menilai terjadi penurunan permintaan Premium dan terjadi peningkatan permintaan Pertalite dan Pertamax selama 2020, termasuk pada masa pandemi sekalipun.
“Yang saya amati di lapangan, permintaan terhadap Premium itu tetap tinggi. Yang terjadi bukanlah permintaan yang turun, tetapi supply yang dibatasi. Kalau supply dilepas, tanpa kontrol ketat, permintaan pasti akan naik. Karena pada prinsipnya masyarakat masih membutuhkan BBM yang murah. Tingkat ekonomi dan daya beli masyarakat masih sebatas itu,” imbuh Mulyanto.
Mulyanto mendukung upaya Pertamina menghadirkan BBM ramah lingkungan sebagaimana yang diatur dalam Paris Agreement 2015; standar EURO 4, serta Permen KLHK No: 20/2017 terkait dengan BBM bersih. Tapi pelaksanaan ketentuan itu tidak bisa serta-merta diterapkan di Indonesia.
Ketentuan aturan itu harus dilaksanakan secara bertahap dengan memperhatikan daya beli masyarakat. Bukan sekedar latah dan gengsi dengan negara-negara di Eropa yang sudah maju. Logika BBM bersih dan murah ini adalah dua hal yang tidak bisa dipertentangkan.
“Masyarakat juga akan senang menggunakan BBM bersih, karena akan bermanfaat bukan hanya untuk lingkungan hidup tetapi juga pada mesin kendaraan mereka.
Tapi masyarakat juga rasional. Kalau harus memilih antara BBM bersih dan BBM murah, di lapangan yang terjadi adalah masyarakat lebih memilih BBM murah,” demikian Dr H Mulyanto. (akhir)