Sepertinya sudah tertebak akan membahas apa tulisan ini. Petunjuk dari judul dan setelahnya sudah cukup jelas, bukan? Ah, jangan bercanda dengan menebak dengan tebakan yang bukan tentang ayah. Kalian pun mengetahuinya, tidak lucu.
Lelaki kelahiran Jakarta, 31 Juli 1965 itu ayahku. Terlahir dengan sehat dan diberi nama Edi Junaedi. Pria yang berparas tegas dengan warna kulit sawo matang ini sangat istimewa dalam hidupku. Ayolah, semua orang tua istimewa, terlepas bagaimana mereka menjalani hidup mereka. Informasi seperti itu sepertinya tidak penting, ya? Tetap saja, dia penting untuk menjalani peran dalam kehidupan ini. Ya, dia tetap berperan, meski hanya bekerja sebagai montir pesawat.
Kalian mengira aku mengada-ada tentang profesi beliau? Tidak! Profesi itu benar ada dan upah dari apa yang dia kerjakan yang menghidupi keluargaku sampai saat ini. Mungkin profesi ayahku ini mempunyai sebutan lebih keren, teknisi mesin pesawat. Tapi dia bekerja di bengkel juga seperti montir pada umumnya. Dan ya, bengkel untuk pesawat ini memiliki sebutan keren juga, hanggar namanya. Dia bekerja untuk perusahaan bernama GMF Aero Asia sejak berumur 23 tahun. Meski mendapat tekanan dari perusahaan itu, ayahku tetap setia pada perusahaan tersebut.
Sepertinya setia memang sifat unggul yang ayahku miliki. Pertanyaan mengenai kesetiaan itu sering muncul pula ketika aku terjebak dalam lamunanku tentagnya. Bagaimana ayahku bisa sangat setia untuk menjadi orang baik dalam hidupnya? Setidaknya dia baik menurutku. Bila orang lain melabelinya dengan hal yang tidak baik, aku hanya mempunyai satu kalimat penyemangat yang cukup klise. Aku harap, kau ingat bahwa banyak pula yang beranggapan kau adalah orang yang baik.
Ayahku mungkin tak berpendidikan setinggi ayah kalian. Kau tahu? Sebenarnya ayahku hanya lulusan SMA! Sebenarnya dia pernah menjadi mahasiswa Teknik Elektro di UNJ, tetapi kemudian tawaran untuk bekerja dating. Dia memilih untuk menerima pekerjaannya sampai sekarang dan meninggalkan perkuliahan.
Siapa yang suka dibuat tak nyaman dengan didikan keras? Kurasa tidak ada, sampai yang dididik itu merasakan manfaatnya dalam kehidupan. Seperti diriku. Anak pertamanya dan mungkin yang paling sering membuatnya kecewa. Bagaimana tidak? Tak cuma sekali aku mengecewakan dan tak bisa memenuhi harapannya terhadapku.
Kalian tahu? Banyak orang yang memiliki barang mewah kebutuhan tersier, tetapi tak memiliki barang pokok kebutuhan primer! Aneh bukan? Tetapi sepertinya keanehan ini karena mereka lebih ingin dipandang meiliki banyak harta disbanding bijak dan cerdas. Hal lain yang kukagumi dari ayahku adalah dia mengetahui prioritasnya. Beliau mengetahui kebutuhan primer memang harus didahulukan dibandingkan kebutuhan tersier.
Mungkin aku terlalu perasa, yang sekarang disebut “baper”. Sebenarnya aku kurang suka ketika orang-orang mngganti kata sebenarnya dengan “baper” dan lainnya. Ah, tetapi kita tidak sedang membahas penggunaan kata, ini tentang ayahku! Mungkin berlebihan, tetapi aku sangat bangga terhadap ayahku, apapun yang terjadi
Ayah? Tahukah kau? Sungguh aku berterima kasih akan semua yang telah kau ajarkan kepadaku, semuanya. Aku terlalu keras kepala, pemalu dan gengsi untuk mengucapkan hal emosional semacam ini. Kau tahu? Aku mengenal orang yang seperti itu juga, itu kau. Orang yang terlalu susah membicarakan hal emosional dan mengungkapkannya dibelakang secara diam-diam. Kau hampir selalu meloloskan permintaanku yang kau tahu adalah kebutuhanku, bukan keinginanku.
Mungkin sebuah permintaan maaf sangat kurang atas kekecewaan yang ditimbulkan olehku. Aku sudah hidup cukup lama untuk mengenal dan mengetahui kekecewaanmu terhadapku tidak sederhana. Aku tahu, karena kekecewaan itu kuhadirkan berkali-kali. Dimulai dari aku tak berhasil menjadi bagian kelas IPA, bukan? Atau mungkin jauh sebelum itu?
Ayah, kumohon tetaplah setia menjadi orang baik dalam hidup. Jasamu mungkin tak sebesar mereka yang bergabung dalam angkatan bersenjata dan membela negeri ini dengan mengokang senjata. Tetapi percayalah, kau sangat berpengaruh dalam lingkaran hidupmu. Kumohon untuk bersabar terhadapku dan coba pahamilah bagaimana aku menjalani hidupku. Tujuan hidupku sangat sederhana, kau tahu? Membahagiakan kau dan istrimu yang merupakan ibuku. Mungkin aku sudah mengecewakanmu dan akan melakukannya lagi di kemudian hari. Jadi, tolong maafkan aku, ayah? (Anisa Diniyanti PNJ)