Jakarta, beritalima.com| – Hari ini (15/10), Gedung C Kantor Wali Kota Jakarta Timur bukan sekadar tempat berlangsungnya acara. Ia menjadi ruang pengakuan, ruang harapan, dan ruang keberanian. Dalam rangka memperingati Hari Tongkat Putih Sedunia, Lions Clubs International Distrik 307-B1 bersama Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) DPC Jakarta Timur menggelar kegiatan tali asih yang menyentuh hati dan membuka mata.
Acara dibuka dengan doa bersama yang dipimpin oleh Dewan Pertimbangan Pusat Persatuan Tunatera Indonesia (Pertuni), dilanjutkan laporan ketua panitia dan paparan sejarah tongkat putih oleh Ketua Distrik 307-B1. Yang membuat momen ini semakin bermakna adalah kehadiran Sekretaris Kota Jakarta Timur, yang menunjukkan bahwa pemerintah mulai mendengar suara yang selama ini sunyi.
Setidaknya 150 penyandang disabilitas hadir. Mereka datang bukan untuk meminta belas kasihan, tetapi untuk menunjukkan bahwa mereka ada, mereka layak, dan mereka berhak mendapat ruang dalam pembangunan.
Hari Tongkat Putih Sedunia diperingati setiap 15 Oktober sebagai simbol perjuangan dan kemandirian penyandang disabilitas netra. Tongkat putih pertama kali dikenalkan pada 1930 oleh George A. Bonham, Presiden Lions Club Peoria, Illinois. Ia menyaksikan seorang tunanetra kesulitan menyeberang jalan dan mengusulkan penggunaan tongkat berwarna putih agar lebih terlihat oleh pengendara. Sejak saat itu, tongkat putih menjadi simbol global hak mobilitas dan pengakuan sosial.
Sedangkan Lions Clubs International didirikan pada 1917 oleh Melvin Jones, seorang pengusaha dari Chicago yang percaya komunitas bisnis harus berkontribusi pada kesejahteraan sosial. Dengan moto Liberty, Intelligence, Our Nation’s Safety, Lions berkembang menjadi organisasi kemanusiaan terbesar di dunia, dengan lebih dari 1,4 juta anggota di 49.000 klub di hampir setiap negara.
Di Indonesia, Lions Clubs mulai aktif sejak 1969 dan terus berkomitmen dalam bidang kesehatan, pendidikan, lingkungan, dan pemberdayaan masyarakat. Distrik 307-B1 adalah salah satu distrik yang aktif dalam kegiatan sosial, termasuk mendukung komunitas disabilitas.
Komunitas ini menjadi kian menguat dengan dukungan seperti: kehadiran pejabat publik memperkuat legitimasi dan perhatian pemerintah, dukungan dari organisasi internasional menunjukkan sinergi lintas sektor, momentum reflektif yang mengangkat sejarah dan makna tongkat putih, serta partisipasi aktif dari komunitas disabilitas memperkuat rasa kepemilikan.
Tantangan kami saat adalah: belum ada sesi advokasi langsung terkait akses bantuan sosial atau pemetaan data, dokumentasi dan publikasi kegiatan masih terbatas, sehingga dampaknya kurang tersebar luas, belum terlihat komitmen tindak lanjut dari pemerintah daerah pasca acara.
Hari Tongkat Putih bukan hanya peringatan tahunan. Ia adalah pengingat bahwa di balik setiap tongkat, ada jiwa yang ingin melangkah. Ada harapan yang tak pernah padam. Dan tugas kita bersama adalah memastikan jalan itu terbuka—bukan hanya secara fisik, tapi juga secara sosial, ekonomi, dan kebijakan.
Karena keadilan sosial bukan soal belas kasihan. Ia adalah soal keberanian untuk menyuarakan yang benar.
Penulis: Abdul Hadi, penyandang tunanetra

