Tragedi Trisakti, Siapa Dalangnya?

  • Whatsapp

Oleh : Masquita Pragistari

12 Mei 1998, Saat terjadinya peristiwa bersejarah Tragedi Trisakti. Saat dimana terdapat aksi demo mahasiswa yang terjadi di Kampus Universitas Trisakti kawasan Grogol, Jakarta Barat. Peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang tidak mungkin luput dari kenangan masyarakat, terutama para keluarga yang sanak saudaranya menjadi korban kejadian berdarah ini.

Peristiwa yang penuh dengan derai air mata dan baku hantam antara petugas keamanan dan mahasiswa ini dipenuhi tanda tanya. Siapakah penyebab dibalik Tragedi Trisakti ini?

Demostrasi ini dilatar belakangi oleh keinginan mahasiswa untuk menurunkan tahta pemerintahan Soeharto pada masa orde baru. Aksi awalnya berjalan damai. Suasana riuh di depan gedung MPR/RI diisi oleh mahasiswa Trisakti yang saat itu merasa tidak terima akan terpilihnya Soeharto kembali menjadi presiden setelah menjabat selama 7 tahun lewat Sidang Umum MPR pada 10 Maret 1998.

Para mahasiswa dinilai tengah gerah akan apa yang dilakukan oleh Soeharto pada masa itu. Sorakan. Soeharto dinilai telah melakukan KKN ( Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ). Meskipun selama 32 tahun Soeharto berkuasa ia tidak tertangkap Korupsi, namun beliau membuka ruang bagi keluarganya untuk korupsi, memberikan ruang untuk sejumlah orang tertentu untuk korupsi. Dan secara tidak langsung ia melakukan korupsi bersama hingga saat ini Soeharto dinilai merupakan simbol KKN.

Pada jam 11:00 WIB suasana awalnya terlihat damai, mahasiswa berunjuk rasa sesuai porsi yang telah disediakan atas negosiasi yang berlangsung, yaitu di 300 meter dekat gedung Universitas Trisakti dengan dipimpin oleh Jenderal Besar AH Nasution yang meski kemudian tidak jadi datang. Akhirnya digantikan oleh orasi dari para guru besar, dosen, dan mahasiswa. “Katakan Tidak Pada Soeharto! Katakan Tidak Pada KKN!” seruan itu terus bergema sepanjang jalan.

Kemudian pada jam 13:00 WIB mahasiswa tumpah ruah ke Jalan S Parman. Mereka ingin menjalani Long March hingga gedung MPR/DPR di Senayan, dengan berisan paling depan berisi para mahasiswi yang dengan senyum merekah memberikan bunga mawar merah kepada aparat kepolisian yang menghadang ribuan peserta demonstrasi.

“Kami Menuntut Agenda Reformasi dan Sidang Istimewa MPR!” ujar mereka yang disuarakan lewat toa diatas mimbar bebas untuk menyuarakan hak mereka sebagai warga negara. Aksi dilaksanakan hingga pukul 17:00 WIB tanpa kerusuhan yang terlalu mencolok, hampir seluruh mahasiswa yang hadir dalam aksi tersebut kembali ke Gedung Trisakti dengan damai.

“Duar! Duar!” terdengar letusan senjata dari arah aparat keamanan dan terlihat juga tembakan yang dilakukan dari atas fly over Grogol dan jembatan penyeberangan di lokasi aksi hingga gedung Trisakti. Seluruh mahasiswa lari berhamburan saling menyelamatkan diri masing masing, sebagian dari mereka sampai ada yang loncat pagar tol demi keselamatan diri masing masing.

Suasana mulai mencekam, para aparat keamanan mulai memukuli mahasiswa yang ikut aksi di dalam Gedung Trisakti padahal mereka menjalankan aksi sesuai aturan. Mahasiswa hanya dapat melawan dengan melemparkan aparat keamanan dengan benda apa pun yang ada di dalam kampus dari buku tulis hingga meja belajar. Hal itu digunakan para mahasiswa untuk melawan aparat keamanan dan menegakkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Mahasiswa yang menjadi korban penembakan kemudian dilarikan ke sejumlah rumah sakit terdekat, terutama RS Sumber Waras. Suasana memilukan begitu terasa di Unit Gawat Darurat (UGD) RS Sumber Waras. Rasa cemas, sedih, takut, serta marah begitu terasa. Bagaimana bisa aparat yang terhormat menyakiti mahasiswa biasa?

“Apa salah mahasiswa kami? mengapa mahasiswa kami dihujani peluru tajam? hal ini berlangsung di dalam kampus padahal kami hanya menuntut dengan damai, tidak melempar batu, tidak melakukan kekerasan dan mahasiswa kami sudah berangsur masuk ke dalam kampus. Mengapa harus dengan cara kasar? Kami tidak terima!” ujar Adi Andojo, Ketua Krisis Centre Universitas Trisakti dengan mata yang menyorotkan kemarahan.

Sore itu, sore yang penuh kesedihan bagi seluruh rakyat Indonesia. Karena aparat keamanan mengeluarkan peluru peringatan yang berisi peluru besi dan bukan peluru karet, 4 orang pahlawan reformasi dari Universitas Trisakti yaitu Elang Mulia Lesmana (1978-1998), Heri Hertanto (1977-1998), Hafidin Royan (1976-1998) dan Hendriawan Sie (1975-1998) dinyatakan meninggal dunia.

Diantara kesedihan atas meninggalnya 4 orang pahlawan reformasi, pada hari Kamis, 21 Mei 1998, Soeharto menyatakan bahwa dirinya melepaskan jabatannya sebagai Presiden karena dampak dari sejumlah demontrasi dan tragedi berdarah Trisakti ini. Berita lengsernya Soeharto ini pun disambut oleh hiruk-pikuk kegembiraan dari masyarakat, baik secara langsung maupun lewat siaran televisi. kegembiraan masyarakat juga disusul dengan turut berdoa dan berterimakasih kepada 4 pahlawan reformasi yang telah gugur dalam memperjuangkan keadilan.

Lalu, siapakah dibalik penembakan 4 pahlawan reformasi ini? Banyak yang mengira oknum yang melakukan penembakan adalah aparat yang sedang mengamankan. Namun, pihak aparat menyangkal hal tersebut padahal ahli kedokteran forensik dr Abdul Mun’im Idries mengatakan bahwa hasil visum memang memperlihatkan serpihan peluru kaliber 5,56 mm di tubuh Hery Hertanto.Peluru itu biasanya digunakan senjata laras panjang jenis Styer atau SS-1. Saat itu, senjata Styer digunakan oleh satuan Brimob atau Kopassus.

Peristiwa ini akhirnya hilang ditelan bumi, Siapa pelakunya dan siapa dalangnya sampai saat ini tidak diketahui. Banyak dari mereka yang beranggapan bahwa ini semua merupakan sabotase politik yang dilakukan oleh aparat dan penyidik. Oleh karenanya, peristiwa ini dikenal sebagai Tragedi Trisakti untuk memperingati gugurnya pahlawan reformasi dan biasanya diperingati oleh massa yang berujuk rasa untuk mempertanyakan keadilan dan kebenaran. (Penulis : Masquita Pragistari)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *