Tren Pariwisata Berkelanjutan Menguntungkan, Pelihara Keseimbangan Peluang dan Tantangan

  • Whatsapp
Dari acara Forwaparekraf ITO 2026: Tren pariwisata berkelanjutan nenguntungkan, pelihara keseimbangan peluang dan tantangan (foto: istimewa)

Jakarta, beritalima.com| – Forum Wartawan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Forwaparekraf) kembali gelar Indonesia acara sekaligus diskusi soal Tourism Outlook (ITO) 2026 sebagai program flagship, dan menyoroti tren pariwisata berkelanjutan yang dinilai menguntungkan karena bisa memelihara keseimbangan antara peluang dan tantangan.

Acara yang digelar di Artotel Harmoni-Gajah Mada Jakarta (29/10), mengusung tema Navigasi Menuju Pariwisata yang Lestari, Berdaya, dan Menguntungkan, serta dibuka oleh Menteri Pariwisata (Menpar) Widiyanti Putri Wardhana.

Menpar menyampaikan, dunia pariwisata global saat ini mengalami pergeseran tren cukup signifikan. Salah satunya perubahan pola pemilihan destinasi. Terkait pola sumber wisatawan internasional, Widi memaparkan jika sebelumnya pasar didominasi wisatawan asal Amerika Utara, Eropa Barat, dan Asia Timur,  kini proporsinya semakin beragam.

“Negara-negara dari Amerika Selatan, Asia Selatan, dan Timur Tengah diperkirakan akan masuk ke dalam 15 besar pasar outbound pada tahun 2040,” ucap Widi dalam acara yang digagas Forwaparekraf.

Dengan perubahan tren tersebut, Indonesia berpeluang untuk mendapatkan manfaat lewat beragam strategi, termasuk mengemas ulang dan memperkaya produk wisata, menggabungkan destinasi populer dengan destinasi niche di sekitarnya, dan menciptakan paket wisata yang lebih otentik.

“Indonesia adalah negara yang kaya akan keberagaman. Destinasi berdekatan pun menawarkan pesona berbeda, mulai dari alam, budaya, dan kuliner. Misalnya, wisatwan ke Bali dapat menikmati pantai dan resort, sekaligus melanjutkan ke Banyuwangi untuk merasakan sisi lain di Pulau Jawa,” ujarnya.

Untuk hasil yang optimal, pelaksanaannya memerlukan investasi. Deputi Bidang Industri dan Investasi Pariwisata Kemenpar Rizki Handayani menyatakan ada dua jenis investasi yang dibutuhkan, yakni investasi bersifat fisik dan investasi sumber daya manusia. Dari segi investasi fisik, pentingnya menyeimbangkan supply dan demand yang jelas sehingga investor tertarik menanam modal.

“Oleh BKPM, kami itu ditarget sampai tahun 2029 itu ada sekitar Rp350 triliun investasi di sektor pariwisata, di mana setiap tahun sekitar Rp70 triliunan. Ini angka yang tidak sedikit. Dan kemudian dari angkat tersebut, lebih dari 50 persen ditargetkannya di 10 DPP (Destinasi Pariwisata Prioritas),” kata Kiki.

SVP Corporate Secretary Injourney Yudhistira Setiawan menyebut Indonesia memiliki aset pariwisata terbesar di Asia Tenggara, tetapi kunjungan wisatawannya termasuk rendah. Capaiannya masih di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam saat ini. Situasi itu menantang Indonesia dalam menarik investasi lebih besar.

“Untuk bisa mendapatkan investasi dan juga mengembangkan area, kita perlu tahu dulu positioning dari masing-masing destinasi seperti apa. Karena sangat disayangkan apabila kita sudah memiliki aset pariwisata yang sudah sedemikian banyak, besar, dan potensial, tetapi kunjungan wisatawanya masih sangat minim,” kritik Yudhistira.

Sementara Eduard Rudolf Pangkerego, Chief Operating Officer, Artotel Group, soroti  penerapan praktik berkelanjutan di bisnis perhotelan yang dikelolanya. Hal itu merupakan wujud pertanggungjawaban terkait dampak bisnis yang ditimbulkan. Di samping, tren pariwisata berkelanjutan juga semakin meningkat belakangan ini.

Pembicara lainnya, Vivin Harsanto, Executive Director, Head of Growth & Head of Strategic Consulting, JLL Indonesia membahas tren pariwisata yang berkembang di Asia Pasifik. Berdasarkan hasil survei dengan 1000 responden Gen Z dan milenial, disimpulkan bahwa mereka meminati aktivitas yang berkaitan dengan alam, seperti kemping, trekking, dan diving.

Muncul pula minat wisata budaya dan heritage yang autentik. Di samping itu, wellness dan spa juga diminati sebagai daya tarik wisata. Berikutnya adalah wisata belanja dan disusul dengan wisata kuliner. “Mungkin kalau di Jakarta dibuat satu walking tour gastronomi Betawi, keliling mulai dari Petak Sembilan sampai Monas, misalnya,” tuturnya.

Melalui ITO 2026, Forwaparekraf menegaskan keberlanjutan bukan sekadar wacana, melainkan arah baru bagi industri pariwisata Indonesia. Pertumbuhan ekonomi tetap menjadi tujuan, tetapi harus berjalan seiring dengan tanggung jawab sosial dan kelestarian lingkungan.

Acara ini terselenggara atas dukungan Kemenpar, Artotel Group, Artotel Harmoni Jakarta, Indofood, Kokola, Tekko, dan InJourney Hospitality. Sinergi lintas sektor ini diharapkan dapat menjadi fondasi bagi ekosistem pariwisata Indonesia yang lebih tangguh, inklusif, dan berkelanjutan ke depan serta berkelas internasional.

Menpar mengakui, peran media, dalam hal ini melalui Forwaparekraf, sangat penting sebagai bagian dari kolaborasi memajukan pariwisata nasional.

Jurnalis: abriyanto

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait