SURABAYA, Beritalima.com | Lumrah terjadi, ketika masa panen tanaman holti (holtikultura) bebarengan, pasti menimbulkan over produksi. Hal ini memang membuat petani khawatir akan tengkulak. Nah, sangat penting jika petani mencoba menanam tanaman di luar masa panen. Alias menanam melawan masa tanam”, ujar Sumiyanto Aji, Kabid Holtikultura Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jawa Timur ketika menerima audiensi Pengurus Perempuan Tani HKTI Jawa Timur Selasa (14/1) siang.
“Contoh, musim kemarau tetap menanam padi, atau yang paling mudah, setiap rumah membiasakan diri menanam tanaman holti (hoktikultura) di pekarangannya, semeter dua meter. Ini smua paling tidak guna memenuhi kebutuhan produksi di luar masa panen. Tujuan kedua, memancing pemasaran hasil tanaman holti meski bukan masa panen. Sehingga, ketika panen, sudah ada calon-calon pembeli”, tambahnya.
Aji, sebutan akrab kabid holti tersebut, juga menjelaskan pentingnya profil tanaman untuk dapat menarik konsumen.
“Buat profil yang lengkap. Semisal, tanaman yang ditanamnya, memiliki masa tanam berapa lama, kapan panen, berapa size, apakah tanaman ini kontinyu ditanam? dan sebagainya. Profil seperti ini dibutuhkan oleh kami, dinas pertanian. Dari situ, kami dapat mengukur, sejauh mana produk ini bisa dilirik pangsa pasar. Saya kira, perusahaan swasta pun memiliki pemikiran sama”, tambahnya di hadapan Pengurus Perempuan Tani Jatim dan Perwakilan dari Pegawai Dinas Pertanian yang juga turut hadir. Adapun dari permpuan tani, yang saat itu hadir, antara lain Lia Istifhama (Ketua), Febrida astutik (Bendahara), Titien Watni, Indah Muhaimi, Astutik, dan Nurul Qomariyah.
Lia sendiri, selaku ketua Perempuan Tani, menarik kesimpulan dari pertemuan yang berlangsung 2 jam tersebut.
“Memang harus diketahui, bahwa diversifikasi produk, yaitu adanya hasil pertaniab yang beragam pada suatu wilayah, tentu penting sebagai upaya mengantisipasi over produksi pada jenis holti yang sama pada suatu wilayah. Over produksi ini pastinya memancing tengkulak. Selaib diversifikasi jenis holti, bisa juga dengan melakukan pengolahan langsung pada tanaman holti. Sehingga tidak semua harus diborong dalam bentuk mentah, namun ada yang bisa dijual dalam bentuk produk UKM atau bentuk lainnya. Ini bisa memunculkan pangsa pasar yang berbeda-beda sehingga dapat menaikkan demand ketika over supply”, jelasnya.
Audiensi tersebut terkesan gayeng dan komunikatif karena dari pengurus perempuan tani juga merupakan pemilik lahan persawahan. Sebagai contoh, Febrida memiliki tanaman jagung dan ubi, sedangkan Nurul tanaman bawang. Selain membahas tanaman holti, seperti Jeruk nipis, Padi, Ubi, Bawang, dan Jagung, mereka juga berdiskusi tentang subsidi pupuk.
“Jadi aturan dari pusat, bahwa yang bisa mendapatkan subsidi pupuk adalah yang memiliki tanah maksimal 2 hektar”, pungkas Aji.