SURABAYA, beritalima.com | Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada Triwulan III-2019 yang mencapai 5,32 persen menjadi angka pertumbuhan terendah (YOY) dalam 5 tahun terakhir.
Kepala Badan Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur, Teguh Pramono, mengungkapkan itu di kantornya di Surabaya, Selasa (5/11/2019).
Dipaparkan, berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), pertumbuhan tahun 2018 (YOY) mencapai 5,37 persen, tahun 2017 sama dengan tahun 2016 mencapai 5,64 persen, naik dari 5,43 persen di tahun 2015.
“Itu angka pertumbuhan terendah selama 5 tahun terakhir untuk Triwulan III-2019 di Jatim,” tandas Teguh.
Dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada Triwulan III-2018 (YOY), penurunan itu akibat kontraksi komponen ekspor luar negeri Jatim hingga 4,44 persen, sementara impor luar negeri terkontraksi jauh lebih besar hingga mencapai 17,33 persen.
Disebutkan, struktur perekonomian Jawa Timur berdasar lapangan usaha pada Triwulan III-2019 didominasi 3 lapangan usaha, yaitu industri pengolahan 30,02 persen, perdagangan besar/eceran serta reparasi mobil/motor 18,57 persen, dan pertanian/kehutanan/perikanan 12,19 persen.
Dalam kkesempatan itu Teguh juga menyampaikan tentang Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen atau ITK Jawa Timur Triwulan III-2019. ITK memiliki rentang penilaian mulai 0-200. Jika bernilai sama dengan 100, persepsi konsumen akan kondisi ekonomi Jawa Timur sama dengan periode sebelumnya.
Lebih dari 100 menyebutkan kondisi saat ini lebih baik dari sebelumnya, dan kurang dari 100 menyatakan kondisi sekarang lebih buruk. Data tersebut berdasarkan sampling 1.800 rumah tangga yang tersebar di 20 kabupaten/kota di Jawa Timur.
“Jawa Timur berada pada angka 99,44 lebih kecil dari 100, atau lebih buruk,” tambahnya.
ITK Jawa Timur pada Triwulan III-2019 hanya mencapai 99,44 persen, mencitrakan kondisi ekonomi konsumen menurun hingga 27,56 persen dari Triwulan II-2019, atau anjlok di bawah 100.
ITK Jawa Timur pada Triwulan III-2019 tersebut menempatkan provinsi ini pada posisi terakhir di Pulau Jawa, setelah Jawa Tengah (99,48 persen), Jawa Barat (99,53 persen), DKI Jakarta (101,67 persen), DIY (103,47 persen), dan Banten (106,48 persen). (Ganefo)