JAKARTA, Beritalima.com– Ucapan Ketua DPP PDIP yang juga Ketua DPR RI, Puan Maharani ketika memberikan surat rekomendasi dukungan kepada duet Mulyadi-Ali Mukhni untuk pemilihan gubernur Sumatera Barat beberapa waktu lalu berbuntut panjang.
Sebelum menyerahkan surat rekomendasi untuk pasangan Mulyadi-Ali Mukni, diujung sambutannya Puan mengatakan, “semoga Masyarakat Sumatera Barat’ mendukung Pancasila, Merdeka.”
Disadari atau tidak oleh yang mengeluarkan ucapan tetapi apa yang keluar dari mulut Puan telah melukai hati masyarakat Sumatera Barat khususnya Minang. Pernyataan Puan itu dinilai masyarakat Minang, selama ini mereka tidak Pancasilais.
Bahkan dengan pernyataan itu, Ketua DPR RI inilah yang disebut tidak Pancasilais atau tidak mengamalkan Pancasila dalam kehidupan dia sehari-hari. Buktinya, dengan mudah dan lancar yang bersangkutan mengucapkan kata-kata itu tanpa berfikir orang bakal tersinggung atau tidak dengan ucapan itu.
Walau para kader PDIP yang mengaku berdarah Minang berusaha untuk ‘menyelamatkan’ Tuan Putri dari kritik pedas dari masyarakat baik itu di Ranah Minang atau tanah perantauan tetapi itu dinilai tidaklah cukup. Masyarakat Minang tidak butuh pembelaan dari para kader atau pekerja PDIP terhadap ‘Tuan Putri’. Yang dibutuhkan masyarakat Minang, Puan menarik ucapannya dan meminta maaf atas keteledoran tersebut.
Ya, polemik pernyataan Puan soal ‘semoga Sumbar dukung negara Pancasila’ berbuntut panjang. Sejumlah warga Minang yang ada di perantauan mengecam pernyataan putri Megawati Soekarnoputri itu. Bahkan masyarakat Minang yang ada di Kota Medan disebut diberitakan, membuat petisi terkait pernyataan Puan.
“Ada yang buat petisi, penandatanganan dan lain-lain. Tapi, kita tidak mengorganisir. Itu spontanitas dari masyarakat Minang,” kata Ketua Badan Musyawarah Masyarakat Minang (BM3) Kota Medan, Delyuzar, Senin (7/9).
Delyuzar tidak menjelaskan rinci isi petisi tersebut karena merupakan aksi spontan dari sejumlah warga Minang dan bukan kegiatan BM3. Dia mengatakan reaksi warga Minang kebanyakan menyayangkan ucapan Puan tersebut.
“Sebenarnya Puan tak banyak tau tentang bagaimana sejarah. Harusnya dia tau, dari 9 tokoh yang merumuskan Pancasila itu, tiga diantaranya adalah putra Minang yakni Muhammad Yamin, Muhamad Hatta dan H Agus Salim. Jadi ketika dia bilang bahwa Sumatera Barat itu harus menjadi provinsi yang memihak kepada Pancasila, ya seperti tidak tahu sejarah dia,” kata Delyuzar.
Menyinggung PDIP yang bukan menjadi partai pemenang di Sumbar. Menurut dia, PDIP seharusnya mengambil hati warga Sumbar. “Harusnya PDIP mengambil hati seluruh masyarakat, khususnya masyarakat Minang. Jika suaranya di Sumatera barat tidak signifikan, dia harusnya mengambil hati orang Minang,” ucap Delyuzar.
Meski demikian, Delyuzar enggan menilai lebih jauh soal pengaruh ucapan Puan tersebut ke bakal calon wali kota Medan yang diusung PDIP, Bobby Nasution. Dia hanya menyebut jumlah warga Minang di Medan cukup banyak dan bisa mempengaruhi hasil Pilkada.
“Saya nggak mau terlalu berkomentar terhadap Pilkada Medan. Tapi ya harusnya PDIP bijaklah, mengambil hati orang Minang. Di Kota Medan ini jumlahnya tidak sedikit,” jelasnya.
Pengamat Komunikasi Politik, Muhammad Jamiludin Ritonga ketika bincang-bincang dengan Beritalima.com di Jakarta, Selasa (8/9) pagi mengaku, menyesalkan pernyataan Puan Maharani. “Walau saya bukan orang Minang, tapi apa yang diprotes masyarakat Minang itu sangatlah wajar,” kata pria yang akrab disapa Jamil ini.
Apalagi, kata pengajar pelajaran Metode Penelitian Komunikasi, Riset Kehumasan, serta Krisis dan Strategi Public Relations itu, pernyataan tersebut keluar dari mulut seorang Ketua DPP partai besar dan juga Ketua DPR RI.
“Tidak sepatutnya Puan mengeluarkan pernyataan seperti itu. Sebab, nasionalisme etnis Minang sudah teruji. Mulai Imam Bonjol, Hatta, tokoh nasional lainnya yang berasal dari Sumatera Barat sungguh-sungguh sosok yang sangat menyintai Indonesia.”
Sepengetahuan saya, masyarakat Minang itu tidak pernah menyusahkan negara. Contoh, beberapa kali Ranah Minang ditimpa bencana, mereka tidak mengemis ke Pemerintah Pusat. Masyarakat Minang secara bergotong royong menyelesaikan sendiri persoalan mereka.
“Saat ditimpa bencana, tidak ternilai bantuan dari perantau Minang yang datang baik itu dari perantau di dalam negeri maupun dari luar seperti Malaysia dan Australia. Bantuan perantau itu bahkan jauh lebih besar dari apa yang diberikan Pemerintah,” kata Jamil.
Dikatakan pengajar di Universitas Esa Unggul, Jakarta ini, darah etnis Minang itu merah putih. Karena itu bagi mereka NKRI sudah final. “Atas dasar itu, sangat beralasan bila etnis Minang serperti kor merespon pernyataan Puan. Apalagi Puan menyampaikan pernyataan seperti itu tanpa diiringan data terkait NKRI bagi orang Sumatera Barat.
“Ini harusnya menjadi pelajaran buat Puan Maharani, agar berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan. Berpikirlah sebelum bertindak. Pikir itu adalah Pelita hati,” demikian Muhammad Jamiludin Ritonga. (akhir)