JAKARTA, Beritalima.com– Mantan Walikota Surabaya, Tri Rismaharini yang dipercaya Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengisi kursi Menteri Sosial (Mensos) yang ditinggal politisi PDI Perjuangan, Julian Pieter Batubara karena tersangkut kasus korupsi bantuan sosial (bansos) tampaknya menjadi menteri paling banyak mendapat publikasi di media.
Publikasi itu diperolehnya dari kerja menemui gelandangan dan pengemis di Jakarta. Risma juga mendapat publikasi dari media dengan munculnya relawan Pasukan Tri Rismaharini (Pasutri) For DKI. Dua peristiwa tersebut terkesan saling berkaitan yang kental bermuatan politis.
“Sulit untuk meniadakan aroma politis dalam aktivitas blusukan Risma di Jakarta. Itu sangat disayangkan mengingat kapasitas Risma sebagai Menteri yang tugasnya lebih banyak kepada kebijakan, bukan blusukan,” ungkap pengamat komunikasi politik, Muhammad Jamiluddin Ritonga.
Bincang-bincang dengan Beritalima.com di Jakarta, Minggu (10/1), pengajar Isu dan Krisis Manajemen, Metode Penelitian Komunikasi dan Riset Kehumasan Universitas Esa Unggul itu mengatakan, kesan yang didapat masyarakat dengan blusukan itu, Risma melakukan aktivitas politis yang dibungkus aroma sosial dengan menemui gelandangan dan pengemis.
Kalau hanya itu yang dilakukan, lanjut laki-laki yang akrab disapa Jamil ini, bakal muncul kesan Risma sedikit bekerja tapi banyak publikasi. Hal ini tentu dapat mengecoh masyarakat dalam menilai Risma. Seolah-olah Risma pekerja luar biasa hanya karena melihat gencarnya publikasi.
Padahal, lanjut Jamil, apa yang dilakukan Risma bukanlah pekerjaan utama seorang menteri. Itu adalah tugas kepala daerah seperti walikota. Tugas utama seorang menteri menyusun kebijakan (regulasi) sesuai visi dan misi yang sudah ditetapkan.
Selain itu, menteri harus melaksanakan kebijakansesuai fungsi dan tugasnya serta melakukan evaluasi hasil pelaksanaan kebijakan. Tugas utama menteri tersebut belum ada yang dilakukan Risma. Tapi anehnya masyarakat sudah menilainya berhasil hanya karena blusukan yang gencar dipublikasikan.
Penilaian yang tidak proporsional itu harus diingatkan. Kalau tidak, nanti ada menteri yang dinilai berhasil padahal ia tidak melaksanakan tugas utamanya. Ini tentu menyedihkan. “Apalagi, Presiden Jokowi jauh-jauh hari sudah mengatakan, para pembantunya di Kabinet Indonesia Maju (KIM) tidak boleh mempunyai visi dan misi.”
Blusukan yang dilakukan, jelas Jamil, sepertinya Risma memiliki visi dan misi. Jabatan Menteri sosial sepertinya sebagai sasaran antara untuk mencapai misinya terdekat. “Saya melihat, Risma disiapkan PDIP untuk maju dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun depan.”
PDIP, lanjut Jamil, tampak begitu berambisi untuk mengambil kembali kursi DKI Jakarta Satu yang pada Pilgub lalu lepas dari genggaman Basuki Tjahja Purnama alias Ahok. Berpasangan dengan Syaiful Hidayat, Ahok kalah dalam perolehan suara dari pasangan Anis Rasyid Baswedan-Sandiaga Salahuddin Uno.
Sebagai pembantu Presiden Jokowi dalam kabinet, ungkap Jamil, Risma jangan terlalu banyak blusukan dalam usaha menjalankan visinya. Karena bagaimanapun itu tidak dibolehkan oleh Presiden Jokowi, juga tugas-tugas yang harus diselesaikannya sebagai Menteri Sosial sangat banyak seperti data masyarakat yang berhak mendapat bantuan dari Depsos.
“Saya nilai tugas yang harus diselesaikan Risma di Kementerian sosial menumpuk. Harusnya, ini yang harus diselesaikan Risma. Sebagai pembantu Presiden, Risma jangan banyak blusukan dan publikasi dari pada kerja,” demikian Muhammad Jamiluddin Ritonga. (akhir)