Tuntutan Kades Masa Jabatan 9 Tahun, Kini Giliran Generasi Muda Berbicara

  • Whatsapp

BANYUWANGI, beritalima.com – Berbagai penolakan dari kalangan masyarakat muncul pasca di kabulkanya Kades se Indonesia melakukan tuntutan tambahan jabatan menjadi 9 tahun pada beberapa waktu lalu.

Penolakan dari masyarakat tersebut muncul karena dianggap terlalu berlebihan jika kades meminta masa jabatannya di perpanjang.

Bacaan Lainnya

Sebelumnya berbagai penolakan itu banyak beredar di sosial media dan berbagai kalangan organisasi mahasiswa.

Seperti yang di katakan Abdul Konik Ketua Dewan Komisariat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPK GMNI ) Bakti Indonesia mengatakan jika yang dilakukan kades dalam tuntutan perpanjang masa jabatan itu bukanlah permasalahan yang urgent.

“Saya rasa itu bukan permasalahan yang harus di pecahkan, jika para kades menganggap kinerjanya kurang efektif karena keterbatasan masa jabatan itu bukanlah alasan yang tepat,” Katanya, Kamis (19/1/2023).

Pihaknya juga menganggap itu bukan keinginan rakyat, karena rakyat hanya tau tentang bagaimana pelayanan dan juga pembangunan.

“Kalau anggaran kades yang sebesar kisaran di 2 M lebih itu digunakan dengan transparan maka dalam 5 tahun saja sudah bisa terselesaikan, belum lagi adanya pokir dari DPR yang dapat membantu perkembangan pembangunan Desa,” Imbuhnya.

Dirinya pun menyebut bahwa jika semua Kades orientasinya saat menjabat adalah sebuah pengabdian maka semua akan terselenggara dengan baik.

“Meskipun 6 tahun dalam jabatan ketika di cintai rakyatnya maka periode selanjutnya pasti akan dipilih lagi, jadi tidak perlu khawatir,” Sambungnya.

Konik menduga dengan adanya penambahan masa jabatan tersebut rentan dengan praktek korupsi dan memunculkan kembali dinasti kepemimpinan.

“Jangan jangan mereka gak mau kepemimpinannya diteruskan orang lain karena dalam menjabat sebagai kades masyarakat menilai kinerjanya tidak maksimal,” Ucapnya.

Tak hanya itu Pria Demisioner Wakil Presiden BEM Kampus UBI ini juga menyatakan jika banyak mencurigai anggaran yang dikelola Kades itu tidak transparan sehingga banyak program yang tidak tepat sasaran.

“Yang membuat konflik politik justru kadesnya sendiri, contohnya program yang di canangkan sejak kampanye tidak efektif dan juga terkadang hanya timsesnya saja yang diberikan akses,” Tukasnya. (bi)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait