Tuntutan Terhadap Pembunuh Heru Nunggu Dari Kejagung, Atensi Nasional?

  • Whatsapp

MADIUN, beritalima.com- Pengadilan Negeri Kota Madiun, Jawa Timur, telah selesai memeriksa belasan saksi kasus pembunuhan terhadap Heru Susilo alias Heru Banjarejo yang juga warga Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Pusat Madiun, dengan terdakwa masing masing Heri Cahyono alias Gundul bin Budi (berkas sendiri), Irwan Yudo Hartanto alias Kentir bin Munadi dan Hari Prasetyo alias Ateng bin Bejo (berkas jadi satu), Senin 9 Desember 2019.

Tak seperti dalam sidang pidana umum (Pidum) pada umumnya yang rata rata memerlukan waktu satu minggu bagi Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk menyusun tuntutan, tapi kali ini JPU yang berjumlah empat orang, minta waktu satu bulan untuk membacakan tuntutan. Alasannya, tuntutan bisa dari Kejaksaan Agung (Kejagung).

“Minta waktu satu bulan majelis hakim. Soalnya (tuntutan) bisa jadi dari Kejagung,” pinta ketua tim JPU, Deni Niswansyah, kepada majelis hakim.

Atas permintaan JPU, majelis hakim menunda sidang pada tahun depan, Senin 6 Januari 2020.

Diberitakan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU), menghadirkan saksi orang tua korban, Sarmi, istri korban, Hermin serta dua tetangga korban masing masing Katirah dan Upik Rahayu. Selain itu, JPU juga memeriksa saksi ‘mahkota’ (terdakwa menjadi saksi untuk terdakwa lain dalam rangkaian satu perkara). Mereka yang diperiksa sebagai saksi mahkota, yakni Irwan Yudo Hartanto alias Kentir dan Hari Prasetyo alias Ateng. Keduanya diperiksa sebagai saksi untuk terdakwa Heri Cahyono alias Gundul. Pun begitu sebaliknya, Heri Cahyono juga diperiksa sebagai saksi dengan terdakwa kedua rekannya. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan terdakwa.

Kepada majelis hakim, ibu korban, Sarmi, selain memberikan kesaksian, dengan histeris dan berurai air mata, ia meminta kepada majelis majelis agar terdakwa dijatuhi hukuman mati. Permintaan ibu kandung korban ini, diikuti isak tangis rekan rekan korban yang duduk di kursi pengunjung.

Sedangkan istri korban, Hermin, memberikan kesaksian, suaminya dibunuh oleh Gundul di depan mata anaknya yang masih berumur enam tahun. Pasalnya, saat kejadiang, anaknya berada di luar.

Setelah ditusuk oleh terdakwa Gundul, korban sempat menemuinya. “Mah, aku ditusuk ki piye (Ma, aku ditusuk ini gimana?),” terang istri korban, Hermin.

Sedangkan kesaksian Erwan dan Hari Prasetyo untuk terdakwa Gundul, sebelum kejadian mereka bersama sembilan orang rekannya, termasuk Gundul, minum minuman keras di bekas gedung bioskop Arjuna.

“Kemudian kami diminta mengantar mencari rumah Heru Banjarejo. Saya dibonceng Bambang. Namun Bambang tidak jadi ikut,” kata Ateng.

Sedangkan keterangan Gundul di hadapan majelis hakim, ia mengaku dendam dengan korban karena saat sama sama berada Lapas Klas I Madiun, korban dianggap memonopoli sebagai bandar dadu di dalam Lapas.

“Saya dendam! Dia (korban) saat jadi bandar dadu di dalam (Lapas) tidak mau gantian. Ada dua orang musuh saya. Selain Heru Banjarejo, satu lagi namanya Agus Hariyanto, orang Nambangan Kidul,” terang Gundul, di hadapan majelis hakim.

Karena itu, kemudian ia membeli pisau gunung di depan Carefure seharga Rp.80 ribu untuk menusuk korban. Pisau itu dibelinya selang 17 hari setelah ia keluar dari Lapas atau lima hari sebelum kejadian penusukan. Dengan mengajak mengajak Irwan, Hari dan Bcmbang (nama terakhir tidak jadi ikut karena turun di Bundaran Taman), ia mencari rumah korban dan terjadilah penusukan.

JPU tidak percaya begitu saja atas alibi Gundul menusuk korban hingga tewas. “Masak cuma karena bandar dadu, saudara sampai menusuk korban. Mungkin ada hal lain antara saudara dengan korban sehingga membuat saudara dendam,” tanya JPU.

Namun Gundul tetap kokoh pada jawabannya. “Iya, karena dia tidak mau gantian menjadi bandar dadu,” jawabnya dengan menunduk.

Usai pemeriksaan saksi mahkota, sidang ditunda Senin 6 Januari 2020, dengan agenda pembacaan tuntutan dari JPU.

Sementara itu ratusan teman korban dari PSHT Pusat Madiun, tak bisa masuk ke halaman pengadilan karena dibarikade oleh petugas keamanan.

Dalam sidang Senin (2/12) minggu lalu, JPU juga telah menghadirkan beberapa saksi. Empat diantaranya, masing masing Suryo, Agus Riyanto, Susanto dan Bambang, merupakan teman terdakwa. Sedangkan sisanya yakni dari kepolisian, rumah sakit dan tetangga korban.

Menurut saksi Bambang, memang dirinya ikut berangkat mencari rumah korban dan mengetahui rencana terdakwa untuk menusuk korban. Namun sesampainya di bundaran dekat SMPN 10, ia memilih untuk turun karena takut terjadi sesuatu.

“Saya sudah punya keluarga, saya tidak mau terlibat. Apalagi dia (terdakwa) sudah masuk Lapas. Karena itu saya memilih turun (sebelum sampai rumah korban),” kata Bambang.

Sedangkan Suryo, menerangkan, memang sebelum melaksanakan aksinya, para terdakwa minum minuman keras di bekas gedung bioskop Arjuno, Jalan Alun Alun Utara, Kota Madiun.

“Saya tidak enak mau mengingatkan dia (terdakwa). Kwatir salah paham,” kata Suryo, dihadapan majelis hakim yang diketuai Salman Alfaris, SH dengan anggota masing masing Ni Kadek Kusuma Wardani, SH.MH dan Catur Bayu Sulistiyo, SH.

Sedangkan saksi Agus Riyanto alias Jepang, tidak tahu menahu mengenai rencana terdakwa yang ingin menusuk korban. Pun demikian dengan keterangan saksi Susanto.

Sekedar mengingatkan, dalam sidang dengan agenda pembacaan dakwaan, Senin (25/11), dalam uraiannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dibacakan secara bergantian oleh Deni Niswansyah dan Ardini, mendakwa terdakwa Heri Cahyono alias Gundul bin Budi, pada hari Minggu 1 September 2019, sekitar pukul 16.00 WIB, di rumah saksi Karni yang juga rumah korban di Kelurahan Banjarejo, Kota Madiun, dengan sengaja dan dengan rencana lebih dahulu, merampas nyawa orang lain (Heru Banjarejo).

“Dengan cara sebagai berikut. Bahwa pada tanggal 1 September 2019 sekitar pukul 10.00 WIB, para terdakwa telah minum minuman keras di bekas gudang bioskop Arjuno di Jalan Alun Alun Utara, Kota Madiun, bersama beberapa orang. Yaitu saksi Susanto, Suryo, Bambang, Susilo, Agus, Irwan Yudo, dan terdakwa lain yang penuntutannya dilakukan terpisah. Pada saat itu terdakwa mengutarakan niatnya untuk mencari korban (Heru Banjarejo) dan akan menusuk dengan mengatakan, “Aku arep nggoleki Heru, arep tak tusuk” (Aku akan mencari Heru mau tak tusuk),” kata JPU Deni Niswansyah, dalam surat dakwaannya, Senn (25/11/19), lalu.

Ucapan terdakwa, didengar oleh para saksi yang sedang minum. Setelah selesai minum minuman keras, terdakwa mengajak saksi Irwan Yudo Susanto alias Kentir (terdakwa dalam berkas yang terpisah) untuk mencari korban. Kemudian saksi Irwan mengajak saksi Hari Prasetyo alias Ateng (terdakwa lain dalam berkas yang dipisah).

“Kemudian terdakwa bersama saksi Irwan Yudo Susanto dan Hari Prasetyo dan saksi Bambang berangkat mencari rumah Heru Susilo. Namun kemudian saksi Bambang sesampainya di dekat SMPN 10, turun dari sepeda motor (tidak jadi ikut),” urai JPU dihadapan majelis hakim yang diketuai Salman Alfaris, SH dengan anggota masing masing Ni Kadek Kusuma Wardani, SH.MH dan Catur Bayu Sulistiyo, SH.

Sesampainya terdakwa di rumah korban, saat korban membuka pintu, terdakwa langsung mengambil pisau sangkur yang diselipkan di belakang, kemudian dengan menggunakan tangan kanan, langsung menusuk perut korban bagian kiri.

“Kemudian terdakwa bermadsud mencabut pisau tersebut dengan madsud agar tidak ada barang bukti. Akan tetapi bukan pisau yang terlepas dari perut korban, tapi hanya gagangnya saja. Sedangkan pisau tetap menancap di perut korban. Kemudian terdakwa melarikan diri dan membuang gagang pisau di timur rumah korban,” urai JPU.

Terungkap pula dalam dakwaan, terdakwa melakukan hal tersebut terhadap korban karena ia memiliki rasa dendam. Karena sebelumnya antara terdakwa dengan korban pada saat sama sama menjadi narapidana di Lapas Kelas I Madiun, pernah terjadi perselisihan.

“Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana sesuai dengan ketentuan pasal 340 KUHP (tentang Pembunuhan Berencana dengan ancaman maksimal hukuman mati) subsider perbutan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana sesuai dengan ketentuan pasal 338 KUHP atau kedua primer perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana sesuai dengan ketentuan pasal 355 ayat (2) KUHP subsider perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana sesuai dengan ketentuan pasal 351 ayat (3) KUHP,” pungkas JPU.

Dakwaan nyaris serupa, juga didakwakan terhadap terdakwa Irwan Yudo Hartanto alias Kentir bin Munadi dan terdakwa Hari Prasetyo alias Ateng bin Bejo, dalam kasus yang sama, namun berkasnya displit (dipisah).

Untuk mengingatkan, Heru Susilo alias Heru Banjarejo, warga Kelurahan Banjarejo, Kecamatan Taman, Kota Madiun, yang juga warga Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Pusat Madiun, tewas setelah ditusuk dengan pisau oleh Heri Cahyono, di depan pintu rumahnya, (1/9), lalu. (Astono/Dibyo).

Ket. Foto: Tim JPU dari Kejari Madiun (atas).

beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *