Oleh:
Rudi S Kamri
Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 83 tahun 2019 tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Kantor Staf Kepresidenan (KSP) diperluas. Sebelumnya Kepala Staf Kepresidenan tidak punya wakil, sekarang menjadi ada. Dulu staf khusus hanya tiga orang, berdasarkan Perpres 83 tahun 2019 menjadi lima orang. Untuk jabatan kedeputian masih sama yaitu maksimal lima orang deputi KSP yang semua masuk dalam posisi pejabat tinggi madya dengan struktural eselon I-a.
Entah dengan pertimbangan apa Presiden Jokowi menggemukkan tubuh KSP. Namun harus diakui bahwa kebijakan ini terkesan berlawanan dengan niat Presiden Jokowi dalam upaya perampingan birokrasi. Apakah hal itu terkait perluasan tupoksi dari KSP atau untuk mengakomodasi berbagai kepentingan atau pertimbangan lain, saya kurang jelas. Yang jelas selama periode lalu fungsi, peran dan output kinerja dari KSP nyaris sayup-sayup tak terdengar alias kurang optimal.
Di sekitar Presiden Jokowi yaitu di Istana Negara saat ini sebetulnya sudah riuh penuh sesak. Di samping KSP saat ini sudah ada Mensesneg, Sekretaris Kabinet, Staf khusus yang berjumlah 14 orang dan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) yang berjumlah sembilan orang. Ditambah lagi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang juga berkantor di Bina Graha. Dengan riuhnya para pejabat di sekeliling Presiden tersebut, saya tidak tahu bagaimana teknisnya para pejabat negara tersebut memberikan masukan kepada Presiden.
Kembali ke KSP, sampai saat ini jabatan Wakil Kepala Staf Kepresidenan, Deputi, Staf Khusus dan Tenaga Ahli Utama Kedeputian dan lain-lain belum ditunjuk secara resmi. Meskipun bau sosoknya yang akan mengisi pos-pos tersebut sudah terasa menyengat kuat sampai ke sosial media. Untuk jabatan Wakil Kepala Staf Kepresidenan yang setara dengan Wakil Menteri sudah pasti itu domain dari Presiden. Namun untuk jabatan di bawahnya sudah pasti peranan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko sangat besar untuk menentukan dan kemudian mengusulkan kepada Presiden.
Saya pribadi tidak punya interest atau kepentingan terhadap siapapun yang akan ditunjuk oleh Moeldoko untuk menjadi pembantunya. Kepentingan saya dan kita sebagai rakyat jelata adalah memastikan performa kerja KSP dibawah kendali Moeldoko akan jauh lebih baik dibandingkan periode sebelumnya.
Satu hal yang sangat penting yang saya harapkan adalah jangan pernah memasukkan sosok Kadrun (baca: kelompok pro khilafah) atau simpatisannya ke Bina Graha (Kantor KSP) yang hanya sejengkal dari Istana Negara. Sosok seperti mantan Ketua Alumni sebuah perguruan tinggi negeri ternama yang dulu pernah saya kritisi karena yang bersangkutan punya rekam jejak berbau Kadruniyah yang berseberangan dengan Presiden Jokowi pada Pilpres 2019 lalu, jangan sampai diam-diam kembali dimasukkan menjadi Tim Kerja Moeldoko di KSP untuk jabatan apapun. Kalau sosok yang berbau Kadrun atau sejenisnya dimasukkan ke KSP, sudah pasti akan kita lawan dengan keras secara terus menerus tanpa henti. Karena hal itu akan membahayakan Presiden Jokowi.
Sebagai rakyat yang setia membayar pajak dan punya kontribusi dalam kemenangan Presiden Jokowi pada Pilpres 2019, kita tidak boleh membiarkan pejabat negara siapapun seenaknya menarik orang yang punya rekam jejak buruk atau pernah berlawanan dengan Presiden Jokowi untuk menjadi Tim Kerjanya. Ini tugas moral kita sebagai rakyat untuk mengawasi kinerja pejabat negara. Sekaligus hal ini untuk menjaga kehormatan dan kinerja Presiden Jokowi dan pembantunya termasuk Jenderal Moeldoko.
Kalau pilihan Jenderal Moeldoko tepat, tentu akan kita dukung sepenuhnya, tetapi kalau ternyata sebaliknya, hanya satu kata pilihan kita: LAWAN !!!
Salam SATU Indonesia,
28122019