Mahasiswa hingga Profesor Unair Surabaya Protes Keras atas pencopotan Prof Budi Santoso.
SURABAYA, Beritalima.com-
Pencopotan Prof. Dr. dr. Budi Santoso, Sp.OG.(K) dari jabatannya sebagai Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Unair Surabaya telah memicu reaksi besar-besaran.
Dokter, dosen, tenaga pendidikan, hingga para Guru Besar bergabung bersama mahasiswa dalam aksi solidaritas yang menggema di kampus.
Para pendukung Prof. Budi menuntut agar jabatan dekan dikembalikan kepadanya, dengan ancaman mogok mengajar jika tuntutan ini tidak dipenuhi. Mereka menilai pencopotan ini sebagai tindakan sepihak yang merampas kebebasan berpendapat dan menghormati pengabdian Prof. Budi selama ini.
“Pencopotan Prof. Budi Santoso adalah tindakan sepihak yang mengekang kebebasan berpendapat. Kami siap mogok mengajar jika tuntutan ini tidak dipenuhi,” tegas Prof. Dr. Ahmad Hafidz Bajamal, salah satu Guru Besar FK Unair.
Menurut Prof. Ahmad, kebijakan kampus ini merupakan bentuk pembungkaman terhadap suara kritis.
“Penolakan terhadap dokter asing adalah hak setiap warga negara. Pencopotan ini tidak seharusnya terjadi. Kami menuntut agar Prof. Budi dikembalikan ke posisinya,” tambahnya.
Kasus ini mulai mencuat ketika Prof. Budi menyampaikan pamitan di WhatsApp Group (WAG) Dosen FK Unair pada Rabu (3/7/2024), yang beranggotakan sekitar 300 orang. Dalam pesannya, ia mengungkapkan keputusan rektorat yang memberhentikannya.
“Per hari ini saya diberhentikan sebagai Dekan FK Unair. Saya menerima dengan lapang dada dan ikhlas. Mohon maaf jika selama memimpin ada kesalahan. Mari kita terus perjuangkan FK Unair tercinta,” tulisnya.
Ketika dikonfirmasi, Prof. Budi membenarkan pernyataannya dan menjelaskan bahwa pemecatan ini terkait dengan penolakannya terhadap program dokter asing di Indonesia.
“Ya, saya dipanggil karena pernyataan saya yang menolak program dokter asing,” ujarnya.
Prof. Budi menekankan bahwa ada perbedaan pandangan antara dirinya dengan pimpinan Unair terkait program dari Kemenkes tersebut.
“Saya menyuarakan hati nurani. Jika semua dokter ditanya, apakah rela ada dokter asing, jawabannya tidak,” tegasnya.
Ia juga menegaskan keyakinannya bahwa 92 Fakultas Kedokteran di Indonesia mampu menghasilkan dokter-dokter berkualitas yang tidak kalah dengan dokter asing.
“Secara pribadi dan institusi, kami tidak setuju dengan program dokter asing di Indonesia,” pungkasnya.
Aksi solidaritas ini menunjukkan betapa besar dukungan dan rasa hormat terhadap Prof. Budi di lingkungan akademik Unair, sekaligus menjadi sorotan nasional terhadap isu kebebasan berpendapat di dunia pendidikan.(Yul)