BANYUWANGI, beritalima.com – Seperti tahun – tahun sebelumnya Warga Desa Aliyan Kecamatan Rogojampi laksanakan tradisi ritual yang disebut ” Kebo – Keboan ”
Tradisi Ritual ini diselenggarakan pada setiap bulan Muharam ( Assyuro ). Tak pelak kegiatan ritual ” Kebo – Keboan ” mengundang perhatian masyarakat dari dalam maupun luar daerah yang ingin menyaksikan keunikan – keunikan prosesi ritualnya.
Diawali dengan istilah bahasa Aliyan ” Selametan Latar ” atau selamatan di halaman rumah dan makan bersama oleh warga. Setelah dikumandangkan doa – doa selamatan tanpa diketahui sebabnya dari beberapa yang tadinya ikut selamatan mendadak kesurupan istilah bahasa Aliyan ” ndadi “. Kejadaian yang serupa juga pada dusun – dusun lainnya.
Selametan latar, mangan bareng 9no latar dusun sukodino
Setelah selamatan latar dimulai maka tanpa dinyana beberapa warga ada yang kesurupan ( ndadi kata orang osing ).
Selametan latar, mangan bareng 9no latar dusun sukodino
Setelah selamatan latar dimulai maka tanpa dinyana beberapa warga ada yang kesurupan ( ndadi kata orang osing ).
Dibenarkan peristiwa kesurupan warga itu okeh salah satu warga Dusun Sukodono bernama Suwardi.
” yang kesurupan itu tidqk main – main mas, kalau dilepas bisa membahayakan, makanya harus dipegangi mas ” tutur Suwardi Minggu pagi 24 / 9 / 2017
Masih penuturan Suwardi, agar tidak terlalu membahayakan maka yang kesurupan langsung di dengaraka suara alat musik tradisional sehingga gerakan kasarnya berubah jadi gerakan tari seiring dengan instromen akan kesenian dan disediakan satu penari Gandrung untuk teman jogetnya mengalihkan perhatian.
Beberapa warga yang kesurupan cukup merepotkan warga yang lain, dan harus dijaga beramai – ramai, karena maunya mencari kubangan air layaknya hewan Kerbau yang senangnya berguling – guling ( goyang )di kubangan air.
Selanjutnya beberapa orang yang kesurupan itulah yang akan menjadi simbol ” Kebo – Keboan ” yang mana kemudian dipasangkan seperangkat alat bajak sawah ( singkal ) dan berkeliling kampung bersama seorang gadis di atas tandu yang jadi simbol Dewi Padi Dewi Sri dan diringi alat musik tradisonal barong dan kuntulan.
Setelahnya secara bergantian memasuki halama pendopo desa yang ternyata sudah disiapkan Pawang yang berjuluk Mbah Nawi dengan mantra khususnya menetralisir atau menyadarkan yang kesurupan.
Dipanggung kehormatan tampak jajaran Forpimka Rogojampi Camat Namik Machrufi, ST, Kapolsek Rogojampi Kompol Drs. Toha Choiri, Danramil Rogojampi 825 / 12 Kapt. Inf. I Wayan Sukasana dan beberapa camat lain sebagai tamu undangan.
Antusias warga yang luar biasa membuat susana semakin meriah, kehadiran ribuan warga dari luar desa juga turut mewujudkan kingkunhan desa Aliyan jadi lautan manusia.
Tokoh masyarakat yang akrab dengan nama Anton disela riah – riuhnya acara menyampaikan
” tradisi ini sudah jadi tradisi yang tidak bisa kita tinggalkan, karena sudah mengakar dalam kehidupan warga Ailyan secara turun – temurun, saya sebagai generasi bertekad akan tetap menjaga kelestarian dan nguri – uri tradisi masyarakat agar bisa menjadi destinasi wisata daerah Banyuwangi ” ungkap Anton kepada media.
Tradisi Ritual berjalan lancar aman, dan akhir dari Ritual tersebut adalah dilakukan prosesi tanam padi atau istilah bahasa Ailyan ” Ngurit Pari “. Warga dan para pengunjung pun diseuguhi hiburan berupa musik Dangdut Kendang Kempul yang ditempatkan di Dusun Sukodono. (Abi)