JAKARTA, Beritalima.com– Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Muhammad Anis Matta mengatakan, untuk ke depan Indonesia membutuhkan sumpah baru.
Setelah Sumpah Palapa digaungkan Mahapati Kerajaan Majapahit, Gajah Mada dan Sumpah Pemuda beberapa tahun menjelang kemerdekaan Indonesia diproklamirkan Soekarno-Hatta, kini Indonesia membutuhkan sumpah baru.
“Kita perlu sumpah ketiga, Sumpah Tekad Indonesia, sumpah yang bisa menyatukan semangat nasionalisme baru, menjadikan Indonesia sebagai kekuatan kelima dunia,” kata Anis.
Itu disampaikan Wakil Ketua DPR RI Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat (Kokesra) 2009-2014 ini saat memberikan pengantar Gelora Talk4 dengan tema ‘Pembelahan Politik di Jagat Media Sosial: Residu Pemilu yang Tak Kunjung Usai’ di Gelora Media Centre Jalan Taman Patra, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (22/6) petang.
Sumpah Tekad Indonesia, tambah politisi senior kelahiran Welado, Bone, Sulawesi Selatan, 7 Desember 1968 itu sebagai narasi bersama dalam upaya menghadapi tantangan besar, menyelesaikan krisis berlarut-larut yang melanda Indonesia belakangan ini.
Dalam menghadapi tantangan itu, papar Anis, tidak hanya membutuhkan konsolidasi seluruh elemen bangsa Indonesia, tetapi juga inovasi akal kolektif sebagai bangsa.
Diskusi petang hari itu menghadirkan Sekjen Gelora Indonesia Mahfuz Sidik, peneliti komunikasi dan politik Guntur F Prisanto, Founder Spindoctor dan penggerak Jasmev Dyah Kartika Rini dan penggerak Relawan Ganti Presiden (RGP) Ari Saptono sebagai narasumber.
Menurut Anis, Indonesia harus bisa menjadi bagian dari kepemimpinan global, ketika negara-negara di seluruh dunia tengah mengalami krisis sistemik, yang diperparah krisis pandemi Covid-19.
“Pertama ada krisis lingkungan, kedua krisis sosial akibat ketimpangan ekonomi. Ketiga disrupsi terus menerus akibat inovasi teknologi serta keempat konflik politik antara dua kekuatan utama dunia, yaitu Amerika Serikat dan China,” kata Anis.
Akibatnya, kepemimpinan global menjadi tidak efektif bekerja, sehingga membuat kebingungan dan kegamangan hampir semua negara, termasuk di Indonesia.
“Saya ingin mengatakan, sebenarnya akar dari pembelahan yang terjadi di masyarakat kita ini, merupakan fenomena yang sama juga ditemukan di seluruh dunia,” jelas dia.
Kegamangan ini, lanjut Anis, bukan buntut dari dukungan politik terhadap calon presiden A atau B Pilpres lalu, melainkan kebingungan kolektif dari para pemimpin dalam memahami arah sejarah bangsa.
“Kita mengalami kebingungan kolektif. Kita gagal memahami serta tidak tahu arah sejarah yang sedang kita tuju itu kemana? Kebingungan ini ada pada para pemimpin kita sekarang,” tambah Anis.
Apabila kebingungan kolektif tersebut terus dibiarkan, dikuatirkan akan membuat pembelahan sosial dan politik di masyarakat semakin dalam. Pembelahan sosial sejatinya merupakan ancaman besar seperti ancaman militer dari negara lain.
Ancaman ini akan menjadi jauh lebih serius disebabkan krisis sekarang semakin berkembang. “Disinilah perlunya sumpah ketiga, Sumpah Tekad Indonesia untuk menyatukan arah sejarah, mengkonsolidasi seluruh potensi kita dan membuat kita bisa fokus menyelesaikan krisis sekarang,” demikian Muhammad Anis Matta. (akhir)