Untuk Kurangi Impor, Wakil Rakyat Dapil IX Jawa Timur Dukung Pertamina Kembangkan Biofuel

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Komisi VII DPR RI membidangi Energi, Sumber Daya Mineral (ESDM) dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Ratna Juwita Sari mendukung rencana PT Pertamina (Persero) untuk mengembangkan biofuel atau bio refinary untuk memenuhi kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri.

Dengan adanya fiofuel diproduksi PT Pertamina, ungkap wakil rakyat dari Dapil IX Provinsi Jawa Timur tersebut, ke depan dapat mengurangi ketergantungan energi impor. Apalagi biofuel sangat ramah lingkungan.

Hal tersebut dikatakan perempuan kelahiran Tuban, Jawa Timur, 29 Maret 1984 itu ketika Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI dengan Direktur Utama PT Pertamina beserta jajarannya di Ruang Rapat Komisi VII DPR RI Gedung Nusantara I Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (29/1).

Anggota Komisi VII DPR RI, jelas perempuan berhijab tersebut, mengapresiasi rencana PT Pertamina mengembangkan atau memproduksi biofuel atau bio BBM atau bio refinary. “Pada prinsipnya, kami sangat mendukung rencana PT Pertamina untuk mengembangkan biofuel B30 bahkan sampai B100 jika memungkinkan. Karena hal itu untuk mengurangi ketergantungan kita terhadap energi fosil, selain itu juga sesuai paris agreement.”

Melihat banyaknya isu positif pasca uji coba penggunakan biofuel, jelas penyandang S2 Manajemen, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Mahardika Surabaya 2015 tersebut, rencana pengembangannya biofuel perlu dipercepat. Salah satunya untuk menjadi solusi penurunan lifting minyak belakangan ini serta jalan ke luari atas defisit neraca keuangan yang sedang dialami Pemerintahan pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Meski begitu, lanjut Ratna, strategi perkembangan biofuel ini tetap mengedepankan wawasan lingkungan. “Jangan sampai pengembangan tersebut mengorbankan banyak lahan produktif, ruang hijau, hutan rakyat dan hutan konservasi. Semua itu. menjadi tanggung jawab kita. Dengan kata lain, jangan sampai Pertamina berusaha mengambil keuntungan, tetapi malah kehilangan yang lebih besar,” tegas dia.

Anggota Komisi VII DPR RI, Kardaya Wanika dari Fraksi Partai Gerindra mengatakan, sejatinya dia menyambut baik rencana pengembangan biofuel. Namun, wakil rakyat dari Dapil Provinsi Jawa Barat tersebut mempertanyakan keuntungan yang dihasilkan, apakah signifikan dengan cost yang dikeluarkan.

Jika hal tersebut tidak diperhitungkan dengan matang, maka yang didapat hanya pencapaian politis, bukan keuntungan ekonomis. “Perlu juga (pengembangan biofeul), karena bahan bakunya dari dalam negeri itu bagus. Namun, yang harus diperhitungkan juga security of supply-nya. Karena salah satu yang menjadi kelemahan kita adalah security of supply ini tidak diperhitungkan. Kita bisa mengekspor, tapi kemudian jeblok,” ungkap Kardaya.

Menurut pria kelahiran Cirebon, 17 Agustus 1052 tersebut, PT Pertamina juga harus memperhitungkan harga. Karena sebelumnya, Fatty Acid Methyl Ester (FAME) yang digunakan sebagai bahan campuran BBM untuk mendukung biofuel (B30) dan itu merupakan lobi dari pengusaha saat harga minyak sawit atau crude palm oil (CPO) turun.

Mereka minta dibeli untuk campuran BBM dengan harganya seperti harga CPO. Namun setelah hal itu digunakan, maka teori ekonomi berjalan, di mana ada supply dan demand. “Dengan kata lain, begitu permintaan tinggi, harga naik, dan kemudian timbul keengganan untuk supply CPO sebagai bahan bakar. Oleh karenanya, bagaimana harga bahan baku (CPO) untuk energi ini bisa terjamin. Dan, bagaimana juga dengan formula harganya,” demikian Kardaya Wanika. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait