JAKARTA, Beritalima.com– Rancangan Undang-Undang (RUU) Keamanan dan Ketahanan Siber (KKS) dibutuhkan bagi dunia siber Indonesia khususnya menjaga dan melindungi gangguan dari hacker di luar negeri yang berusaha merusak siber dan situs-situs negara serta masyarakat.
UU nantinya mengharuskan negara melindungi Siber Indonesia dari hacker. “RUU KKS ini masuk Prolegnas 2017. Karena dinamika politik, akhirnya pemerintah yang mengambil-alih untuk dibahas. Hanya saja pemerintah harus menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dan itu akan diputuskan Jumat depan,” jelas anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Golkar, Bobby Adhityo Rizaldi.
Itua dia sampaikan dalam Forum Legislasi dengan tema ‘Nasionalisme dibalik RUU KKS’ bersama pakar dan akademisi Universitas Bhayangkara, Awaluddin Marwan dan Ketua Umum Federasi Teknologi Informasi Indonesia (FTII), Andi Budimansyah di Press Room Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Selasa (24/9).
Awalnya, kata Bobby, ruang lingkup RUU KKS ini hanya untuk melindungi situs lembaga negara, seperti militer dan Polri, bank dan lembaga negara lainnya agar tidak dijebol asing. “Kalau menjebol swasta sanksinya empat tahun penjara, dan kalau lembaga negara sanksinya 10 tahun penjara,” kata Bobby.
Hanya saja menurut Andi, RUU KKS ini yang dilindungi nantinya jangan hanya milik negara, tapi juga masyarakat. Khususnya kalangan bisnis. Seperti yang terjadi pada Bukalapak dan lain-lain. “Kan negara wajib melindungi seluruh warga negara, maka situs swasta pun harus sama-sama dilindungi. Apalagi mereka membayar pajak.”
Andi minta siber negara ini tidak ditender ke publik, apalagi asing, tapi penunjukan langsung. Sebab, kalau ditender ke publik, maka publik dan asing bisa mengetahui. Sehingga siber negara dan swasta akan mudah dijebol. Seperti kasus MalindoAir milik Malaysia, yang menemukan Rusia, tapi datanya di Amazon Amerika Serikat. “Jadi, sulit,” tambah dia.
Yang pasti, kata Awaluddin, pemerintah kurang memperhatikan hacker. Harusnya lembaga negara itu harus diperkuat dengan memberikan pendidikan anak-anak yang bertalenta, untuk menghadapi hacker asing.
“Siber kita harus diperkuat karena tak ada siber yang kebal serangan. Setidaknya untuk meminimalisir. Selain siber negara dan digitalisasi transaksi keuangan dan melindungi fintech (teknologi ekonomi dan pendanaan) yang semakin meningkat akhir-akhir ini,” demikian Awaluddin Marwan. (akhir)