Upaya Membangkitkan Ekonomi Batam

  • Whatsapp

(Terakhir dari 2 tulisan)

Oleh: Wirya Putra Silalah

Dua tahun terakhir ini Batam mengalami kemorosotan ekonomi cukup parah. Dari berbagai indikator ekonomi Batam selama beberapa tahun terakhir ini, bisa dicatat tiga hal penting: Pertama, pertumbuhan ekonomi tahun 2016-2017 Batam mengalami pertumbuhan paling lambat dalam sejarah perkembangan Batam. Ini bisa dilihat data pertumbuhan ekonomi Batam dan nasional pada 8 tahun terakhir.

Pertumbuhan Indonesia dan Batam (2010-2017)

Tahun

Pertumbuhan Ekonomi

Nasional

Batam

2010

6,10%

7,77%

2011

6,50%

7,22%

2012

6,23%

6,78%

2013

5,78%

7,18%

2014

5,02%

7,20%

2015

4,79%

6,75%

2016

5,02%

4,13%

2017 – Semester I

5,01%

1,52%

Dari tabel di atas terlihat jelas, pertumbuhan ekonomi di Batam tahun 2010-2015 selalu di atas pertumbuhan ekonomi nasional. Sedangkan pada tahun 2016 mengalami penurunan tajam, di bawah pertumbuhan ekonomi nasional dan juga di bawah pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau (yang 5,03%). Bahkan pada semester I tahun 2017 pertumbuhan ekonomi Kepri hanya 1,52%, pertumbuhan ekonomi terburuk nomor 2 dari seluruh provinsi.

Ke dua, persoalan tenaga kerja. Batam sebagai kota industri, memiliki banyak pekerja. Pada tahun 1990-an Batam didominasi tenaga kerja di bidang industri elektronika. Selanjutnya tahun 2000-an bertambah lagi tenaga kerja di bidang galangan kapal atau shipyard.

Tetapi, dengan perkembangan harga minyak dan batubara dunia yang turun drastis dari US$ 100-an ke US$ 30-an pada tahun 2015, menyebabkan industri galangan kapal di Batam menjadi sepi pesanan. Data dari Batam Shipyard and Offshore Association (BSOA), ada penyusutan tenaga kerja di bidang industri galangan kapal dari 250.000 pekerja berkurang menjadi 30.000 pekerja, atau terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) sebanyak 220 ribuan orang.

Demikian juga dengan tutupnya beberapa perusahaan elektronika, telah mengakibatkan ribuan pekerja di-PHK. Bila diasumsikan ada sekitar 250 ribu pekerja saja yang kehilangan pekerjaan dan menganggur, dengan asumsi rata-rata penghasilan pekerja adalah 4 juta rupiah per bulan, maka masyarakat Batam kehilangan penghasilan sekitar 1 triliun rupiah per bulan, atau 12 triliun rupiah per tahun.

Ke tiga, persoalan industri. Batam mempunyai pusat-pusat kawasan industri. Pada tahun 1980-an ada beberapa industri di bidang minyak dan gas bumi, kemudian ada industri elektronika pada tahun 1990-an, selanjutnya ada industri galangan kapal pada tahun 2000-an. Industri elektronika mulai terjadi penyusutan, sesuai dengan dinamika elektronika dunia, beberapa perusahaan elektronika ada yang tutup dan pindah ke negara tetangga.

Tetapi yang sangat drastis terjadi adalah dalam bidang shipyard, menurut info dari BSOA ada sekitar 80 dari 110 galangan kapal yang tutup di Batam. Penyebabnya berbagai faktor, tetapi yang dominan adalah akibat menurunnya harga minyak dan batu bara dunia. Begitu dominan dan besarnya industri shipyard di Batam, tak heran bila anjoknya industri ini juga ikut menggoyang ekonomi Batam. Bila ada sekitar 100 perusahaan shipyarddan elektronika yang tutup, maka selain terjadi PHK ratusan ribu pekerja, ada content lokal dan kebutuhan rutinitas perusahaan yang hilang order. Nilainya bisa beberapa sampai puluhan miliar per perusahaan, maka diperkirakan ada ratusan miliar rupiah per tahun yang kehilangan order dari Batam.

Ketiga kondisi di atas itulah yang sekaligus terjadi di Batam, di mana PHK lebih dari 250.000 pekerja dari industri galangan kapal dan elektronika. Hitungan sederhana, ada lebih dari 1,2 triliun rupiah per bulan atau lebih 14,4 triliun rupiah per tahun yang hilang dari Batam. Ini jumlah yang sangat besar. Ratusan ribu karyawan tentu membutuhkan pangan, sandang, perumahan, transportasi dan lain-lain. Sehingga PHK menyebabkan semua yang berhubungan dengan bidang ini ikut tergoyang, kehilangan daya beli lebih 14,4 triluan rupiah setahun. Inilah persoalan utama anjloknya ekonomi di Batam.

Membangkitkan Ekonomi

Apa yang seharusnya dilakukan untuk membangkitkan ekonomi Batam? Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Pasal 2 (Ayat 1): “Di dalam Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam dilakukan kegiatan-kegiatan di bidang ekonomi, seperti sektor perdagangan, maritim, industri, perhubungan, perbankan, pariwisata dan bidang lainnya.” Seharusnya keenam bidang ekonomi inilah yang menjadi fokus utama membenahi ekonomi di Batam, agar Batam bisa menjadi lokomotif ekonomi kawasan.

Kita sekarang terkesan sibuk memikirkan keperluan jangka pendek, dengan menaikkan tarif untuk menambah penghasilan internal, tetapi mengabaikan fungsinya sebagai regulator dan motor ekonomi kawasan. Untuk apa menambah penerimaan dengan menaikkan tarif Uang Wajib Tahunan (UWT), tarif pelabuhan, tarif bandara, tetapi hasilnya hanya untuk menaikkan gaji pegawai dan kegiatan operasional? Bersamaan dengan itu, ekonomi Batam malah melambat dan kontraksi, di mana masyarakat semakin terbeban. Seharusnya, pemerintah menjadi regulator dan motor ekonomi bagi Batam dan Indonesia.

Bila tahun 1980-an Batam adalah daerah basis industri minyak dan gas, di tahun 1990-an basis industri elektronika, dan di tahun 2000-an betambah lagi basis industri shipyard, maka seharusnya di tahun 2011-an Batam telah mengembangkan basis lain lagi selama 10 tahun ke depan. Namun sampai saat ini belum terlihat apa lagi yang dilakukan. Seharusnya sudah terpikirkan basis industri apalagi yang harus dikembangkan di Batam untuk satu dekade ke depan, guna membangkitkan ekonomi Batam. Ada tiga pilihan.

Membuat Pelabuhan “Transshipment”

Pilihan pertama, alternatif industri 10 tahun ke depan adalah industri maritim, dengan membangun pelabuhan transshipment besar sebagai pintu gerbang ke Indonesia. Dulu pernah ada rencana membuat pelabuhantransshipment berkapisatas 4 juta TEUS di Pulau Tanjung Sauh, tetapi gagal. Padahal Badan Anggaran DPR RI telah berencana menganggarkannya dalam APBN tahun 2012,  tetapi tidak dilaksanakan. Gagasan PelabuhanTransshipment berkapasitas 4 juta TEUS ini perlu dihidupkan kembali.

 

Menambah dua juta wisman

Pilihan ke dua, Batam bisa menjadi kota wisata utama di bagian barat Indonesia untuk turis asing atau wisatawan manca negara (wisman). Hitungannya, 10 wisman yang datang ke Batam sebanding dengan 1 tenaga kerja selama setahun. Saat ini Batam mempunyai 1,5 juta wisman setahun. Bila Batam bisa menaikkan kunjungan 2 juta lagi wisman (naik 133% sehingga menjadi 3,5 juta wisman), penambahan 2 juta wisman akan sebanding dengan 200 ribu tenaga kerja. Tambahan dua juta wisman ini akan bisa menutupi PHK industri shipyard yang sebanyak 200 ribu orang.

 

Membuat Basis Industri Digital

Pilihan ketiga, Batam bisa mengembangkan industri digital. Trend ke depan adalah industri digital. Singapura dan Johor sudah  bergerak ke arah itu, Batam sebagai daerah sekawasan dengan Singapura dan Malaysia, tentu jangan sampai ketinggalan kereta lagi.

Sebenarnya para pendahulu Otorita Batam atau BP Batam telah hampir berhasil membuat Batam menjadi maju. Tetapi sejak tahun 2016, ekonomi Batam anjlok dengan pertumbuhan di bawah pertumbuhan nasional. Ini berarti Batam bukan lagi sebagai motor ekonomi nasional, tetapi telah berubah menjadi beban ekonomi nasional. Itulah yang harus diperbaiki ke depan. BP Batam, Pemko Batam, Pemprov Kepri dan Pemerintah Pusat harus berkoordinasi agar ada satu bahasa dalam mengambil langkah-langkah membuat ekonomi Batam maju. ***

beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *