Jakarta | beritalima.com – Tindak lanjut implementasi Nilai Ekonomi Karbon (NEK) Mutual Recognition Agreement (MRA) antara sertifikat penurunan emisi gas rumah kaca Indonesia (GRK) atau Sertifikat Penurunan Emisi Indonesia (SPEI) dengan Joint Crediting Mechanism (JCM). Saat ini, perdagangan karbon merupakan salah satu mekanisme nilai ekonomi karbon sebagai upaya yang dapat dilakukan di dalam rangka pengurangan emisi gas rumah kaca.
Hal itu diucapkan Menteri Lingkungan Hidup (KLH)/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Dr. Hanif Faisol Nurofiq bersama korporasi dalam tindak lanjut implementasi nilai ekonomi karbon, di Hotel Pullman, Jakarta, Kamis (18/9/2025).
“Untuk mencapai target konstitusi yang telah kita sepakati bersama, pernyataan nasional kita, Nationally Determined Constitution (NDC) dan saat ini kita dengan Enhanced NDC, yang merupakan bagian dari kesepakatan global dalam rangka artikel 6 persetujuan Paris,” terangnya.
Indonesia saat ini tuturnya, benar-benar membuka peluang selebar-lebarnya untuk penyerapan ekonomi karbon sebagai instrumen untuk memunitasi upaya pengurangan emisi gas rumah kaca melalui perdagangan karbon, sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden nomor 98 tahun 2021.
“Bapak sekalian yang kami hormati teman-teman proponen, proyek proponen dari CCN yang berada secara offline di gedung ini maupun online di tempat masing-masing. Bahwa Peraturan Presiden Nomor 98 tahun 2021 saat ini sedang dilakukan revisi pada beberapa segmennya. Namun demikian perlu kami tegaskan di sini dan kami gantungkan di sini, dan kami mohon juga izin diseberluaskan bahwa perdagangan nilai ekonomi karbon tidak perlu menunggu perubahan Peraturan Presiden nomor 98 tahun 2021,” tegasnya.
Menurut Menteri Hanif, semua skema di dalam rangka memperlebar, mendorong upaya pencapaian emisi gas rumah kaca melalui nilai ekonomi karbon telah dibuka selebar-lebarnya.
Masih diungkapkan Menteri Hanif, Perban atau revisi Peraturan Presiden Nomor: 98/2021 lebih menitibatkan pada beberapa penguatan sektor. Jadi merubah konstruksinya karena di dalam Peraturan Presiden Nomor 98 tahun 2021 yang diatur bersama adalah nilai ekonomi karbon di dalam sisi komplain market.
“Jadi nilai ekonomi karbon yang benar-benar dikonstruksi di dalam melayani, di dalam meoperasionalkan Paris Agreement, tidak ada selain itu,” jelasnya.
Tambahnya ada gap antara waktu yang dicita-citakan oleh Paris Agreement sejak di-delegasikan dan di-ratifikasi di 2016 dengan inter-inter-postnya masing-masing artikelnya di tahun 2024 kemarin saat ditandatangani.
Jurnalis : Dedy Mulyadi






