MALANG, beritalima.com| Soal dugaan penarikan biaya bangunan toilet yang terjadi di SDN Pagentan 5 Singosari, mendapat respon dari UPTD TK-SD Kecamatan Singosari, bahkan pihak UPTD menegaskan kepada Komite Sekolah dilarang memungut dana apapun pada murid dan wali murid.
“Yang jelas, yang namanya penarikan berupa apapun kepada walimurid, jika nilai atau nominal itu ditentukan, itu tidak diperbolehkan. Namun, yang namanya sumbangan sukarela itu gak masalah berapapun asalkan tidak ada patokan nominal.” ungkap M Amin Kepala UPTD TK SD Singosari ditemui di kantornya, Senin 27/05.
Menurutnya, UPTD akan menindaklanjuti kejadian yang ada di SDN Pagentan 5 Singosari. Jika itu merupakan pelanggara maka dinas pendidikan (disdik) Kabupaten Malang akan memberikan sanksi kepada Sekolah terkait. Dan meskipun, SDN tersebut akan diakreditasi, harusnya jika tidak mampu melakukan proses akreditasi tidak perlu dipaksakan memenuhi kebutuhan sekolahan.
“Kita akan berikan sanksi jika ada pelanggaran di sekolah tersebut, dan jika memang tidak mampu melakukan akreditasi harusnya sekolah tidak perlu melakukan penarikan seperti itu,” ujarnya pria berdarah Madura itu.
Diharapkan walimurid atau masyarakat jika menemukan kejadian seperti itu bisa melaporkan kepada dinas pendidikan.
“Disdik sudah mewanti wanti kepada seluruh kepada kepala sekolah untuk tidak melakukan hal yang memberatkan walimurid tanpa alasan apapun, diharapkan masyarakat bisa melapor ke disdik jika menemukan hal serupa,” tutupnya.
Sementara itu Zaenudin Komite SDN Pagentan 5 menerangkan bahwa, untuk penarikan uang gedung atau pembangunan toilet di SDN Pagentan 5 Singosari, hal itu sesuai hasil kesepakatan antara komite dan paguyuban yang awalnya permohonan sumbangan pembangunan toilet tersebut adalah Rp 600 ribu. Namun setelah ada yang keberatan dari beberapa walimurid akhirnya penarikan tersebut diturunkan menjadi Rp 400 ribu.
“Awalnya sesuai kesepakatan hasil rapat teman teman paguyuban dan komite, setiap walimurid dikenakan biaya Rp 600 ribu, setelah ada yang keberatan akhirnya, diturunkan menjadi Rp 400 ribu,” tegasnya.
Namun, hal itu pihak komite flexibel tidak melakukan paksaan kepada walimurid. Jika, ada yang tidak mampu bisa mengajukan surat keterangan tidak mampu (sktm) kepada desa setempat. Dan itu diangsur selama 6 bulan.
“Kita flexibel tidak memaksa kepada walimurid, bisa diangsur 6 bulan, dan jika tidak mampu bayar bisa mengajukan sktm,” tutupnya. [red]