BANYUWANGI beritalima.com – Stigma negatif banyak diarahkan kepada aparat kepolisian. Padahal institusi ini telah melakukan revolusi mental para anggotanya. Banyak personil polisi yang baik dan bersahaja dalam menjalankan tugas maupun melakoni kehidupan bermasyarakat yang jarang terekspos media. Salah satunya kiprah Aiptu Ririn Nurfiah, anggota Unit Binmas Polsek Kota Banyuwangi.
wah dari sosok polisi wanita jebolan Bintara Angkatan XX tahun 1996 – 1997 ini. Rutinitas hariannya sebagai anggota polwan terlihat biasa saja. Pagi sampai sore dia melakoni perannya sebagai aparat. Mengenakan seragam dan atribut dinas lengkap plus jilbab sebagai penutup kepala, polwan yang tinggal di Jalan Ikan Wijinongko Kelurahan Sobo, Kecamatan Banyuwangi, ini beraktivitas melayani masyakarat.Tidak banyak yang tahu jika mantan anggota lalulintas yang ditugaskan di Samsat Banyuwangi ini merupakan pencetus musala dan Taman Pendidikan Alqur’an (TPQ) Al-Ilham di Lingkungan Wonosari Pesisir, Kelurahan Sobo, Kecamatan Banyuwangi. Rutinitas sosial keagamaan itu dijalani Ririn bersama sang suami yang juga anggota polisi perairan (Polair), Aiptu Darmawan, sejak akhir tahun 2010 silam.
Saat itu pasutri polisi ini berencana menunaikan ibadah umroh dan haji ke Tanah Suci. Sayang niat besar itu terganjal diagnosa medis yang menyatakan ibu beranak dua tersebut mengalami masalah dengan jantungnya. Kisah singkatnya, keinginan untuk menunaikan rukun Islam yang kelima itupun dibatalkan sementara. Uang yang hendak dipakai menuju Baitulloh kemudian dibelikan sebidang tanah ukuran 4×7 meter dan mendirikan musala.
“Tidak ada rekan-rekan sejawat yang tahu kalau saya sakit parah yang menurut medis tidak ada obatnya. Minum obat malah tambah sakit, napas sesak,” cerita Ririn.
Mulanya pengelolaan rumah ibadah itu diserahkan kepada tokoh masyarakat setempat. Sayangnya tempat salat itu tak difungsikan secara maksimal. Perawatannya pun kian mengkhawatirkan sehingga pasutri ini memutuskan untuk mengelolanya sendiri. Demi meramaikan
langgar tersebut, Aiptu Darmawan dan Aiptu Ririn mencetuskan mendirikan TPQ Al-Ilham.
“Nama TPA itu mengambil salah satu nama putra kami. Semua pembiayaan musala dan operasional TPQ bersumber dari pendapatan pribadi kami berdua,” sambung polwan yang sempat mampir tugas sebulan di Satbimas Polres Banyuwangi.
Setelah enam tahun, TPQ itu masih jaya. Setidaknya ada 25 santri yang mengaji dibawah binaan dua anggota polisi ini. Likuran santri itu terbagi dalam dua kelas dan diasuh empat pengajar termasuk Aiptu Ririn. Kegiatan pengajian bagi anak-anak pra remaja tersebut digelar rutin selama lima hari, Senin – Jumat.“Pulang dinas pukul
03.00 WIB kadang langsung ke musala untuk membantu mengajar di TPQ. Ngajarnya masih pakai seragam dinas. Kalau sempat pulang dulu menyusui anak saya yang kecil. Tapi banyak nggak sempatnya,” lontar polwan yang oleh Kapolsek Kota Banyuwangi AKP I Ketut Redana biasa dipanggil Bu Nur.
Selain menghidupkan pendidikan TPQ, setiap bulan sekali digelar pengajian umum yang diikuti warga Lingkungan Wonosari Pesisir. Untuk merangsang minat warga mendatangi pengajian, bersama suaminya Ririn memberi bingkisan sayur mayur kepada tiap warga yang datang. Secara rutin Ustad Junaidi memberikan tausiah kepada warga yang profesinya rata-rata nelayan.
“Mereka kami kasih sayur mayur bukan hidangan matang supaya bisa dimasak untuk keluarganya. Bingkisan itu kita sesuaikan dengan kebutuhan warga di situ yang memang rata-rata kurang mampu,” kisahnya lagi.
Lewat perjuangannya pula, nasib Insan (13) dan Alfiah (10), bisa mengenyam pendidikan formal di tingkat SD. Dua bocah ini sebelumnya belum pernah sekolah. Pendidikan satu-satunya yang pernah dijalani adalah mengaji di TPQ Al-Ilham. Mengetahui dua santrinya belum pernah sekolah Aiptu Ririn lantas curhat ke UPTD Pendidikan serta Diknas Banyuwangi.
“Alhamdulillah sudah empat bulan ini keduanya bisa sekolah di sekolah dasar negeri dekat Hotel Santika. Karena termasuk lambat mengenyam pendidikan, keduanya sementara ini menjalani masa pengenalan. Nanti rencananya akan diikutkan kejar paket A supaya punya ijazah. Semua biaya gratis,” ungkapnya senang.
Perjuangan berat dalam mengurus musala dan TPQ sudah biasa dialami pasangan ini. Salah satunya masalah tenaga pengajar yang kurang dan tidak sebanding dengan jumlah santri. Namun bagi Ririn kendala itu menjadi tantangan dan semangat baru untuk terus berjuang. Bravo Aiptu Ririn (abi)