Usul Draf RUU Pemilu, Jazuli: Demokrasi Harus Naik Kelas dan Hadirkan Pemimpin Berkualitas

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Demokrasi Indonesia yang dimulai pasca runtuhnya Pemerintahan Orde Baru lebih dari dua dekade lalu harus naik kelas. Karena itu, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI mengajukan sejumlah usulan sekaligus catatan kritis atas isu-isu krusial dalam penyusunan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu yang tengah disusun.

Saat ini, ungkap Ketua Fraksi PKS DPR RI, Dr H Jazuli Juwaini dalam siaran pers yang diterima Beritalima.com, Kamis (11/6) pagi, pembahasan RUU Pemilu saat ini sudah masuk ke tahap penyampaian usulan atau masukan dari sembilan fraksi DPR RI 2019-2024.

Dikatakan Jazuli, Fraksi PKS mengajukan sejumlah usulan sekaligus catatan kritis atas isu-isu krusial draf RUU Pemilu. “Kami dari Fraksi PKS ingin UU Pemilu ke depan menghadirkan demokrasi yang naik kelas sehingga Indonesia mendapatkan pemimpin dan berkualitas,” kata Jazuli.

Dikatakan legislator Dapil II Provinsi Banten tersebut, rakyat Indonesia semakin cerdas dalam memilih pemimpinnya. Sedangkan sejumlah pijakan yang menjadi dasar catatan kritis PKS, antara lain pentingnya demokrasi yang semakin terlembaga, penguatan representasi/keterwakilan, hadirnya pemimpin berkualitas dan penguatan agenda reformasi terutama amanat anti Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) atau politik bersih.

Anggota Komisi I DPR RI itu lebih jauh menjelaskan, usul resmi Fraksi PKS terhadap sejumlah isu krusial yaitu:Pertama, Sistem Pemilu Proporsional Terbuka. Tidak ada sistem yang ideal, tapi sistem pemilu proporsional terbuka yang selama ini berjalan lebih menjamin demokrasi dan memastikan representasi yang lebih kuat bagi rakyat.

Relasi konstituensi antara pemilih dan wakilnya lebih baik karena rakyat dapat memilih langsung siapa yang layak mewakili dan memperjuangkan aspirasinya di parlemen. “Inilah semangat yang kita perjuangkan sejak reformasi 1998,” jelas politisi senior ini.

Fraksi PKS, lanjut dia, menyadari negativitas sistem pemilu apapun (baik terbuka atau tertutup) adalah praktik politik uang atau jual beli suara. Bersama dengan pemberlakuannya perlu ditekankan sistem integritas pemilu dengan aturan politik uang yang semakin ketat, pendidikan dan kampanye antipolitik uang yang semakin kuat serta penegakan hukum yang tegas.

Pada bagian lain, perlu dibangun sistem dan mekanisme pertanggung jawaban konstituen anggota legislatif terpilih yang semakin terlembaga. Fraksi PKS DPR antara lain mewujudkan hal itu melalui program ‘hari aspirasi rakyat’ dimana pemilih diterima terbuka di kantor DPR dan DPRD seluruh Indonesia.

Dan, setiap anggota Fraksi PKS wajib menerima serta menindaklanjuti setiap aspirasi konstituen. PKS membuat sistem agar setiap anggota legislatif dari partai berlambang ‘Setangkai Padi Diapit Bulan Sabit’ itu tak bisa berkelit dari tanggung jawab konstituensinya.

Kedua, Parliamentary Threshold (PT) DPR RI lima persen, Fraksi PKS berkomitmen pada upaya penyederhanaan partai politik dan sistem kepartaian. Akan tetapi hal itu harus dilakukan secara bertahap atau gradual, tidak drastis atau terlampau tinggi.

Dengan begitu, secara alami bisa menumbuhkan kesadaran politik pemilih dan partai politik. Baik masyarakat maupun partai politik tidak ada yang merasa dipasung dan dimatikan paksa hak-hak politik dan aspirasinya. “Itulah pentingnya penyederhanaan secara gradual. Oleh karena itu, Fraksi PKS mengusulkan PT 5 persen, naik 1persen dari pemilu sebelumnya.

Ketiga, Presidential Threshold (PT) lima persen,  Fraksi PKS mengusulkan agar Presidential Threshold diturunkan sama dengan Parliamentary Threshold sehingga setiap partai yang lolos ke Senayan dapat mengajukan pasangan calon presiden/wakil presiden.

Argumentasinya: Pertama, Fraksi PKS ingin menyajikan lebih banyak pilihan calon pemimpin nasional buat rakyat, mereka bisa saling berkontestasi dan adu gagasan hingga terpilih yang terbaik menurut rakyat. Kedua, semakin banyak calon yang maju otomatis mencegah terjadinya keterbelahan dan perpecahan di masyarakat seperti yang terjadi dalam dua kali pemilihan presiden/wakil presiden terakhir. “Melalui desain ini kita berharap minimal ada tiga pasangan calon dan tidak terjadi polarisasi karena hanya ada dua pasang calon.

Keempat, Alokasi Kursi 3-10 (DPR) 3-12 (DPRD). Alokasi kursi selama ini sudah teruji baik, pengenalan dan pendalaman rakyat dan relasi konstituensi sudah terbangun baik, sehingga tidak perlu diubah.

Kelima, Metode Konversi Suara Menjadi Kursi Saint Lague Model (SLM) Metode yang digunakan dalam pemilu 2019 ini sudah cukup baik, perhitungan sederhana dan cepat diperoleh hasil sehingga mudah dikontrol semua pihak. Selain itu juga lebih berkeadilan/proporsional dalam mengkonversi suara rakyat menjadi kursi sehingga tidak perlu diubah.

Keenam, penyederhanaan proses rekapitulasi dengan memanfaatkan fasilitas elektronik (e-rekap). Dengan demikian, lebih memudahkan serta menyingkat waktu bagi petugas pemilu daripada jika rekap manual. Meski demikian, harus tetap ditegaskan keabsahan dan alas sengketa hasil mutlak merujuk pada C1 manual (C1 Plano).

Hal lain, menurut Jazuli, Fraksi PKS juga menyoroti perbaikan dalam integritas dan independensi penyelenggara pemilu, perbaikan penyelenggaraan sengketa hasil pemilu melalui pembentukan badan peradilan pemilu yang terintegrasi, soal pembiyaan serta menata keserentakan pemilu supaya makin efektif dan efisien. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait