SURABAYA, Beritalima.com-
Nilai realisasi pembiayaan utang pemerintah terus meningkat sepanjang tahun 2024. Hingga akhir Juli 2024, pemerintah telah menarik utang baru sebesar Rp 266,3 triliun.
Angka ini mengalami lonjakan sebesar 36 persen dibandingkan dengan tahun lalu, yang hanya mencapai Rp 195 triliun. Peningkatan ini menimbulkan kekhawatiran tentang dampak jangka panjang terhadap perekonomian Indonesia.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyatakan bahwa peningkatan ini diperlukan untuk mendukung pembiayaan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mengalami defisit. Namun, kenaikan yang signifikan ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana pemerintah akan mengelola beban hutang yang semakin besar.
Bahaya Hutang
Pakar Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (Unair), Prof Dr Sri Herianingrum SE MSc mengungkapkan bahwa lonjakan realisasi pembiayaan utang sebesar 36 persen ini dapat menjadi pertanda “lampu kuning” bagi perekonomian Indonesia.
Menurutnya, jika utang ini tidak dikelola dengan baik, justru dapat menjadi beban berat bagi pemerintah, terutama dalam hal pembayaran pokok dan bunga utang.
“Jumlah utang yang terus meningkat, jika tidak diimbangi dengan pengelolaan yang baik, bisa menjadi beban besar bagi pemerintah selanjutnya. Utang memang bisa digunakan untuk mendukung perekonomian, tapi jika jumlahnya melebihi batas yang aman, akan ada risiko besar,” jelasnya.
Risiko Jangka Panjang
Prof Sri Herianingrum juga menyoroti risiko jangka panjang yang harus menjadi perhatian pemerintah, terutama dalam konteks stabilitas ekonomi negara. Meskipun rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia masih berada di kisaran 32 persen, yang dianggap aman menurut undang-undang, lonjakan utang ini tetap perlu pemerintah waspadai.
“Pemerintah harus memiliki strategi pengelolaan utang yang jelas untuk memastikan utang tidak menjadi beban di masa depan. Diversifikasi instrumen utang dan pengelolaan risiko yang baik sangat penting untuk menjaga stabilitas ekonomi,” tambahnya.
Daya Saing
Dalam konteks daya saing ekonomi, Pakar Ekonomi itu menekankan bahwa pengelolaan utang yang kurang baik dapat berdampak negatif terhadap reputasi Indonesia di pasar global.
“Terlalu banyak utang bisa memberikan sinyal negatif bagi investor internasional. Meskipun cadangan devisa dan aktivitas internasional bisa meningkat, reputasi perekonomian yang terlalu bergantung pada utang tentu tidak baik,” katanya.
Ia menyarankan agar pemerintah fokus pada pengelolaan utang yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan.
“Utang harus digunakan untuk mendukung target-target ekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi yang terkendali, dan penciptaan lapangan kerja. Dengan pengelolaan yang baik, utang bisa menjadi alat yang efektif untuk mencapai tujuan-tujuan ini,” tutupnya.(Yul)