JAKARTA, Beritalima.com– Meski ada beberapa kontradiksi dalam penerapan yang perlusegera diperbaiki tetapi keberadaan UU No: 6/2014 tentang Desa telah membawa perubahan besar dalam lanskap politik dan pembangunan di Indonesia.
Itu dikatakan Wakil Ketua DPD RI, Akhmad Muqowam dalam Simposium Nasional dengan tema “Menggagas Pemerintahan Desa sebagai Penyelenggara Langsung Pelayanan Publik” di Universitas Tidar Magelang, akhir pekan ini.
Selain Muqowam sebagai pembicara kunci, Hanif Nurcholis (UT), Irfan Ridwan Maksum (UI), Sutoro Eko (APMD), dan Inosentius Samsul (BK DPR RI) juga tampil sebagai nara sumber dalam Simposium ini.
Pada kesempatan simposium tersebut, politisi senior Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini menjabarkan beberapa hal agar masyarakat lebih memahami UU Desa.
Muqowam mengajak melihat kembali dua hal dalam UU Desa, proses terbentuknya UU Desa dan substansi yang terkandung dalam UU Desa. “Substansi UU Desa yang kami perjuangkan saat itu mendudukkan desa agar diakui dan mempunyai kewenangan lokal atas desa,” jelas Ketua Pansus UU Desa 2014 tersebut.
Perkembangan positif pasca UU Desa diantaranya adalah desa tidak lagi dianggap sebagai isu pinggiran. Kini banyak pihak yang memperhatikan pembangunan desa sehingga banyak generasi dan tokoh muda tertarik menjadi kepala desa.
“Sebagian kecil desa tampil progresif, sesuai spirit UU Desa antara lain karena kepemimpinan progresif, dukungan jaringan pembelajaran, gerakan, pemahaman akan UU Desa yang lebih utuh dan konsolidasi gerakan dalam desa,” kata Ketua Komisi V DPR RI 2004-2009 ini.
Namun, disamping perkembangan positif UU Desa, Muqowam mencatat, adanya perkembangan negatif yaitu kontradiksi kelembagaan, regulasi, dan dalam pendekatan. Contohnya, pemerintah lebih menekankan pengawasan dibanding pendampingan dan pemberdayaan desa.
“Kehadiran Polri, Kejaksaan dan Satgas Dana Desa dalam bimbingan dan pengawasan (binwas) menambah kerumitan dan ketakutan yang berimplikasi kepada meminimalisasi substansi dan fungsi pembinaan, sehingga lebih banyak menekankan kepada pengawasan daripada berbicara tentang pembinaan.”
Melihat penerapan UU Desa yang masih perlu banyak perbaikan, DPD RI yang bertugas mengawasi jalannya UU Desa membuat manifesto, antara lain pemerintah lebih baik mengganti dua Peraturan pemerintah (PP No.43/2014 jo PP No.47/2015 serta PP No.60/2014 jo PP No.22/2015) menjadi satu PP yang baru.
Kedua, urusan desa di Kementerian harus dikocok ulang, menghasilkan kepengurusan hal ihwal tentang desa dengan format baru yang utuh. Ketiga: hentikan kepungan pengawasan yang dilakukan aparat penegak hukum maupun Satgas Dana Desa Kementerian Desa.
Keempat, hentikan diskursus sempit “program dana desa” dan hadirkan diskursus baru yang mengarah pada perubahan desa. “DPD RI berharap, pemerintah segera memberikan solusi terhadap Badan Hukum BUMDesa dan menelurkan kebijakan yang terkait dengan hak desa memanfaatkan sumber daya milik bersama untuk kemakmuran desa.” demikian Akhmad Muqowam. (akhir)