JAKARTA, beritalima.com| Vaksin Covid-19 yang ada saat ini dinilai tetap efektif mencegah penyakit Covid-19 meski virus Covid-19 bermutasi.
Vaksinolog sekaligus spesialis penyakit dalam Dirga Sakti Rambe mengemukakan, mutasi merupakan sifat alami dari virus.
“Virus itu pasti bermutasi. Supaya tidak bermutasi terus menerus, kita harus meminimalisir atau menghentikan penyebaran penyakit. Alhamdulillah, sampai saat ini mutasi-mutasi yang ada itu tidak berdampak pada efektivitas vaksin,” ujarnya dalam dialog produktif bertema Ungkap Fakta Vaksin, Jangan Tertipu Hoaks yang diselenggarakan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Selasa (29/12).
Namun, menurut Dirga Sakti Rambe, belum bisa dipastikan satu tahun lagi bagaimana dampak dari mutasi tersebut. Oleh karena itu, dia menekankan kepada semuanya harus konsisten menerapkan protokol pencegahan 3M (Memakai masker, Mencuci tangan, dan Menjaga jarak) supaya penyebaran Covid-19 bisa dicegah.
Dokter Dirga menjelaskan, vaksin Covid-19 tergolong dalam jenis vaksin mati. Artinya, vaksin yang diberikan kepada tubuh manusia tidak ada risiko, atau risikonya nol untuk menyebabkan penyakit.
“Jadi, tidak mungkin ada orang setelah divaksinasi Covid-19 menjadi sakit Covid-19. Itulah keunggulan dari vaksin mati,” tegasnya.
Menurutnya, masyarakat tidak perlu khawatir akan adanya fenomena ADE (Antibody-dependant enhancement) pada vaksin Covid-19. Sebab, ADE dalam berbagai penelitian dan uji klinik vaksin Covid-19 ini tidak terbukti.
“Sampai sekarang pada semua merek vaksin Covid-19 risiko ini tidak terjadi,” katanya.
Menurut dokter Dirga, profil keamanan dari proses uji klinik seluruh merek vaksin Covid-19 dilakukan dengan sangat baik. Sehingga, tidak ada efek samping yang sangat serius sejauh uji klinik dilakukan.
Sementara itu dalam proses pembuatan vaksin Covid-19, dokter Dirga mengungkapkan bahwa WHO menerapkan standar efektivitas vaksin Covid-19 50%. “Dari WHO menetapkan syarat minimal efikasi atau efektivitas vaksin Covid-19 itu 50% sudah bagus. Artinya kalau di bawah 50% vaksin tidak layak diedarkan. Tetapi vaksin yang efektivitasnya 90%, 80% atau bahkan 60 atau 70% pun pada masa pandemi ini, dampaknya sangat terasa dan sangat penting,” jelasnya.
Dengan menerapkan prinsip kehati-hatian, vaksin yang sudah ada di Indonesia baru bisa diberikan kepada masyarakat dalam batasan usia 18-59 tahun. Batasan usia ini karena pada masa uji klinik, relawan yang berpartisipasi berada pada rentang umur tersebut.
“Kemungkinan untuk memberikan vaksin Covid-19 baik untuk lanjut usia atau anak-anak masih terbuka lebar, namun harus menunggu penelitian lebih lanjut,” terang dokter Dirga.
Dia menilai keliru jika ada pendapat bahwa setiap negara harus memiliki vaksin yang berbeda. “Nanti data-data uji klinik berbagai negara akan dianalisis secara bersamaan, sehingga dari situ kita bisa menyimpulkan gambaran utuh bagaimana tingkat keamanan dan efektivitasnya,” ungkapnya.
Dia juga meminta masyarakat tak takut dengan KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) yang bersifat ringan, karena manfaat dari vaksin Covid-19 jauh lebih besar.
“Jadi vaksin Covid-19 ini akan melindungi kita dari terdampak Covid-19 yang bergejala, termasuk Covid-19 yang berat, sampai menghindari kematian akibat Covid-19,” tegasnya.
Meski KIPI tak perlu dikhawatirkan, masyarakat harus jujur dalam mengungkapkan kondisi kesehatannya sebelum menerima vaksin.
“Jadi sebelum vaksin itu diberikan sudah ada proses pengamatan. Jadi dokter atau tenaga kesehatan akan bertanya dulu pada hari itu apakah Anda sehat, ada penyakit lain atau tidak, ada riwayat lain atau tidak. Masyarakat tidak usah khawatir, selama memenuhi syarat orang itu layak menerima vaksinasi,” ujar dokter Dirga.
(**)