JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Amin Ak menilai, rencana program vaksinasi berbayar berpotensi menjadi bumerang bagi upaya bersama menciptakan kekebalan kelompok (herd immunity).
Upaya percepatan vaksinasi dengan target capaian 70 persen dari warga negara agar tercipta kekebalan komunal, sangat tergantung kesadaran dan animo masyarakat untuk divaksin.
“Pemberian vaksin secara gratis untuk rakyat, selain bentuk tanggung jawab negara buat keselamatan warga, juga untuk memperbesar animo masyarakat agar mau divaksin,” kata dalam keterangan pers yang diterima Beritalima.com, Senin (12/7) malam.
Presiden Joko Widodo pertengahan Desember lalu sudah menyatakan, pemberian vaksin dipastikan gratis untuk masyarakat. Jadi, hal yang paling mendasar dan harus digarisbawahi vaksinasi itu gratis.
Dalam perkembangannya, memang dibuka peluang swasta atau perusahaan menyediakan vaksin yang diberikan gartis kepada karyawan dan keluarga.
Jadi, vaksinasi gotong royong adalah bentuk komitmen swasta atau korporasi membantu pemerintah mempercepat vaksinasi.
Program ini bukanlah bantuan komersial, melainkan upaya swasta mempercepat vaksinasi dengan membiayai sendiri pengadaan dan menyuntikkan vaksin kepada pekerja dan keluarganya.
Menjadi aneh dan inkonsistensi kebijakan Jokowi jika kemudian Menteri Kesehatan menerbitkan Permenkes No: 19/2021 sebagai perubahan kedua Permenkes No. 10/2021 tentang pelaksanaan vaksinasi.
Dalam Permenkes No: 19/2021 diatur vaksinasi gotong royong diberikan kepada individu dan biaya dibebankan kepada yang bersangkutan atau vaksin berbayar.
“Sudah semestinya kebijakan vaksin gratis seluruh masyarakat, bukan kemudian memunculkan aturan vaksin berbayar,” kata Amin.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) sebelumnya mengklaim, lebih 28.000 perusahaan tertarik dengan program vaksinasi yang dibiayai swasta dan diberikan gratis untuk karyawan dan keluarganya.
Kalau kemudian Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui PT Kimia Farma mau bekerjasama dengan swasta memperbanyak vaksin gotong royong, konteksnya harus tetap memberikan layanan vaksinasi gratis buat rakyat Indonesia. Dalam hal ini biaya vaksin maupun layanan vaksinasinya merupakan bagian dari komitmen dan tanggung jawab swasta atau korporasi.
Amin meminta program vaksinasi berbayar sebaiknya dibatalkan, karena bisa menjadi bumerang bagi rencana pemerintah mencapai kekebalan kelompok melalui vaksinasi. Dia juga berharap perluasaan distribusi vaksin melalui apotek swasta tidak menjadi hal yang kontraproduktif.
Banyak masyarakat di daerah tertentu yang kesulitan mengakses vaksin gratis, apalagi distribusi vaksin masih bersifat Jawa-sentris. Selain itu, pemerintah juga harus membuat aturan rinci tentang distribusi vaksin swasta agar tidak hanya orang yang memiliki uang saja yang mampu mengaksesnya.
“Akan jauh lebih baik jika jejaring apotik Kimia Farma yang tersebar luas di seluruh Indonesia dapat memfasilitasi vaksin gratis untuk masyarakat guna mempercepat dan mempermudah rakyat mengakses program vaksinasi,” demikian Amin Ak. (akhir)