SURABAYA -beritalima.com, Hakim pengawas Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya memutuskan menunda rapat verifikasi utang atas penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) PT Indo Bhali Makmurjaya dan Valeria Tocci.
Penundaan terjadi karena pemohon PKPU Luca Simioni, Arturo Barone dan Thomas Gerhard Huber melalui kuasa hukumnya Erdia Christina belum bisa menghadirkan dokumen tagihan hutang yang asli yang akan di verifikasi.
“Silahkan dilengkapi dulu jadi kita tunda dulu, supaya yakin. Kalau tidak yakin termohon mempunyai hak untuk menolak tagihannya. Baik, pencocokannya kita tunda pada hari Rabu tanggal 26 Juni 2024. Kalau pagi, pagi sekali kalau sore, sore sekali,” ujar hakim pengawas Saifudin Zuhri. Jum’at (21/6/2024).
Diketahui, Luca Simioni, Arturo Barone dan Thomas Gerhard Huber mengajukan PKPU setelah sengketa kepemilikan Apartemen The Double View Mansions (DVM) dengan PT. Indo Bahli Makmurjaya dan Valeria Tocci diputus oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia dan telah memiliki kekuatan hukum tetap melalui putusan nomor 2546/K/PDT/2022 bertanggal 24 Agustus 2023.
Ditemui selesai rapat verifikasi hutang, pengacara pemohon PKPU Erdia Christina mengatakan total tagihan permohonan PKPU ini nilainya kurang lebih 7 Juta US Dollar.
“PKPU ini bukan ujug-ujug diajukan, melainkan didasari proses hukum yang ada yang berakhir dengan putusan pengadilan.” katanya.
Ditanya apakah hutang dimaksud berkaitan dengan investasi,? Erdia enggan menjelaskan secara detil. Namun dia hanya menyebut bahwa hutang tidak meluluh dari adanya peminjaman uang saja, tetapi ada hutang yang bisa lahir karena undang-undang.
“Yang mesti dipahami oleh setiap orang adalah hutang itu bisa lahir dari undang-undang. Hutang di perkara lahir karena undang-undang,” jawab Erdia.
Sementara itu, pengacara PT Indo Bhali Makmurjaya Diana Eko Widiastuti menilai kalau penundaan proses verifikasi hari ini membuktikan bahwa tidak ada bukti hutang yang bisa ditunjukan oleh pemohon PKPU di muka persidangan.
“PKPU ini bukan didasarkan adanya hutang piutang, melainkan hanya berdasarkan putusan, yang mana putusan tersebut sekarang ini sedang dilakukan gugatan perlawanan yang sedang dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Denpasar yang akan di sidangkan lagi pada September 2024 mendatang,” katanya.
Disinggung apakah PKPU ini merupakan bentuk manipulasi perkara? Diana enggan berkomentar.
“Kita hargai forum persidangan, kita tunggu nanti perkembangan perkaranya. Bagaimana kehati-hatian hakim pengawas dan pengurus menangani PKPU ini,” jawab Diana.
Ditanya ada tidak tagihan tersebut sebenarnya?
“Debitur sendiri mempertanyakan sendiri acuannya apa dan dijawab oleh pemohon bahwa acuannya adalah putusan pengadilan. Putusan pengadilan itu sendiri sekarang baru digugat di PN Denpasar, sehingga itu menjadi acuan kita. Tadi sudah kami sampaikan pada hakim pengawas dan pengurus untuk menjadi catatan,” jawabnya.
Menurut Diana sengkarut pengelolaan apartemen DVM sebenarnya hanya akibat salah pengertian saja dan PT Indo Bahli berharap bisa diselesaikan dengan duduk bersama.
“Hanya salah mengerti saja. Orang asing yang salah mengerti mengenai apa yang terjadi di Indonesia,” pungkas pengacara Diana.
Sedangkan kuasa hukum Termohon II Veleria Tocci, Daulat Ediyanto Silalahi, memastikan keliru sekali kalau kliennya dimasukan sebagai Debitur dalam PKPU ini, karena kliennya tidak pernah mempunyai hutang kepada Pemohon PKPU.
“Klien kami bukan debitor dalam PKPU ini, melainkan sebagai kreditur karena ikut mendanai pembangunan apartemen DVM dan mempunyai uang di bangunan itu. Seharusnya klien kita menuntut,” katanya.
Menurut Daulat, sesuai dengan putusan dari PN Denpasar kliennya mempunyai hak sebanyak 6 unit apartemen tersebut, yang lain mempunyai 10, 6 dan 3 unit apartemen.
“Jadi sisa dari bangunan yang belum terjual yang diajukan PKPU. Padahal dalam perjanjian itu dinyatakan setelah bangunan itu terjual maka hasil penjualannya baru diatur. Dimana utangnya. Sedangkan didalam pertimbangan putusan di PN Denpasar, ini bukanlah utang tetapi investasi. Kalau investasi berarti kalau rugi atau untung ditanggung sama-sama bukan dijadikan utang. Ini menciptakan hutang, berbahaya dan klien saya tidak mau terima dan akan mengambil langkah hukum lain, apabila PKPU ini dipaksakan,” lanjutnya.
Sisi lain Daulat menyatakan tidak sependapat dengan Pengadilan Niaga Surabaya yang telah mengabulkan permohonan PKPU Sementara ini. Menurutnya, apabila ada putusan dari pengadilan negeri biasa, maka hanya pengadilan negeri biasa saja yang dapat mengeksekusi putusan itu, bukan pengadilan niaga karena disini bukan hutang.
“Terbukti kan pada saat verifikasi tadi tidak bisa dibuktikan sebagai hutang,” ujarnya.
Klien kami Velerio Tocci tidak mempunyai hutang, Tapi dalam PKPU ini dimasukkan sebagai Debitur supaya mencukupi maksud dan tujuan mereka. Makanya tadi hakim pengawas sendiri kan bingung menentukan ini utang atau investasi, makanya hakim menanyakan mana buktinya hutang yang asli. Namun mereka berdalih putusan itu yang menjadikan hutang. Jadi mereka ini terjadi kesepakatan di dalam sebuah Akta, namun mereka ini tidak memahami penerapan hukumnya apa yang dituangkan di dalam Akta itu,” imbuh pengacara Daulat Ediyanto Silalahi. (Han)