Visum Kasus SPI Tidak Relevan, Harus Dilengkapi Alat Bukti Lain

  • Whatsapp

SURABAYA – beritalima.com, Sidang Praperadilan JE memasuki pemeriksaan saksi ahli. Tim pengacara JE, Jefri Simatupang dkk menghadirkan ahli hukum pidana dari Universitas Airlangga, Profesor Nur Basuki SH.MHum. Rabu (19/1/2022).

Dalam sidang yang dipimpin hakim tunggal Martin Ginting, saksi ahli mengemukakan sejumlah dalil yang memperkuat permohonan praperadilan yang diajukan JE. Sidang praperadilan ini merupakan upaya JE supaya Polda Jatim menganulir penetapan tersangka terhadap dirinya.

JE mensinyalir penetapannya sebagai tersangka tidak memiliki bukti yang kuat serta berdasarkan fitnah belaka.

Berikut poin-poin yang dipertanyakan tim kuasa hukum JE kepada saksi ahli pidana, Prof Nur Basuki.

Pasal 110 dan Pasal 138 KUHP. Apabila Penyidik menyerahkan berkas perkara ke Kejaksaan dan Kejaksaan mengembalikan berkas tersebut ke penyidik atau P19 dikarenakan belum lengkap. Maka penyidik harus mengelangkapi selama 14 hari. “Namun jika melebihi 14 hari, menurut saya perkara itu tidak layak dilanjutakan,” terangnya.

Prof Basuki juga mengatakan, melihat praktek bolak balik perkara tindak pidana karena berkas perkara belum lengkap atau P.18, dan P.19. Maka Jaksa Agung mengeluarkanSurat Edaran Kejaksaan Agung RI No. SE-3/E/Ejp/11/2020 tanggal 19 November 2020 tentang Petunjuk Jaksa (P-19) pada Pra Penuntutan Dilakukan Satu Kali dalam Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum, yang intinya P-19 hanya boleh sekali saja. “Itu artinya perkara tidak layak disidangkan. Terserah penyidik karena itu kewenangan penydik,” katanya.

Sementara saat hakim Martin Ginting menanyakan apa urgensi seoseorang dijadikan tersangka sementara alat bukti belum ditemukan relavansi dan penyidik dengan prapenuntutan ini belum berkordinasi.

Menurut Prof Basuki, penetapan tersangka itu diujung penyidikan bukan diawal penyidikan. Penyidikan adalah serangkian untuk mengumpulkan alat bukti sehingga terang perkara pidananya, setelah itu siapa pelakunya. “Seharunya antara penyidik dan jaksa intens dalam bekordinasi agar tepat menetapkan siapa tersangkanya. Itu dilakukan supaya prapenuntutan tidak terjadi seperti saat ini,” ucapnya.

Hakim juga menanyakan, manakala jaksa menyatakan berkas ini belum lengkap. Maka Yuridisnya ini dimana,? Menurut Prof Basuki jika jaksa menyatakan berkas belum lengkap, maka perkara ini belum bisa diajukan dalam peradilan. Karena jaksa yang mewakili korban. “Jadi jaksalah yang mempunyai kewenangan, apakah perkara itu layak dipersidangkan,” terangnya.

Prof Nur Basuki juga memaparkan visum et repertum apakah masuk alat bukti surat atau masuk keterangan ahli berdasarkan Pasal 184 KUHAP.

Sesuai ketentuan pasal 184 KUHAP, visum et repertum sebagai alat bukti surat, tidak dapat berdiri sendiri dan harus dilengkapi dengan alat bukti lainnya yang relevan. “Pasal 184 KUHAP mengatur alat-alat bukti yang sah, dengan pertimbangan minimal 2 alat bukti sudah terpenuhi,” paparnya.

Sementara terkait kesaksian testimoni de auditu, Nur Basuki menyatakan sudah nyata-nyata tidak diakui sebagai alat bukti. “Kesaksian yang berisi keterangan dari orang lain tidak dapat dipakai sebagai alat bukti berdasarkan Pasal 1 angka 26, Pasal 1 angka 27, Pasal 185 ayat 5 KUHAP. Testimoni de auditu adalah keterangan yang hanya dari mendengar saja, penyaksian menurut kata orang,” tandasnya. (Han)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait