Wacana Jembatan Jawa–Bali Mencuat Lagi, DPR-RI Nasim Khan: Sudah Saatnya Kajian Serius Dilakukan

  • Whatsapp
Anggota DPR-RI Fraksi PKB Nasim Khan saat dikonfirmasi sejumlah wartawan. (Rois/beritalima.com)

JAKARTA, beritalima.com – Wacana pembangunan jembatan penghubung antara Banyuwangi (Jawa Timur) dan Gilimanuk (Bali) kembali mencuat. Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PKB M. Nasim Khan, mendorong agar kajian serius terhadap proyek tersebut segera dilakukan oleh pemerintah pusat.

Menurut Nasim, jembatan ini memiliki nilai strategis yang tinggi dalam memperkuat konektivitas nasional, memperlancar arus barang dan jasa, serta mendorong pertumbuhan ekonomi dan pariwisata di kawasan timur Indonesia.

“Pembangunan jembatan Jawa–Bali ini sudah seharusnya mulai dikaji ulang secara serius. Potensinya sangat besar dari berbagai aspek, baik logistik, pariwisata, maupun pemerataan ekonomi di kawasan timur,” ujar Nasim Khan saat dihubungi, Selasa (29/7/2025).

“Saya mendorong agar kementerian terkait, termasuk Kemenhub dan Kemenko Maritim, tidak hanya menyikapi ini sebagai wacana, tapi mulai membentuk tim kajian teknis dan sosial secara konkret,” tambahnya.

Nasim juga menilai, proyek tersebut perlu dikaji dengan melibatkan semua pihak, termasuk tokoh masyarakat dan adat Bali, untuk menjaga harmoni budaya dan menghindari konflik nilai.

“Kita tentu harus menghormati nilai-nilai budaya lokal Bali. Karena itu kajian harus melibatkan tokoh adat dan agama, agar tidak ada yang merasa dilangkahi. Dialog sangat penting,” katanya.

Tantangan Budaya dan Penolakan

Meski memiliki nilai strategis, proyek ini tidak lepas dari kontroversi. Pemerintah Provinsi Bali secara konsisten menolak pembangunan jembatan ini dengan alasan budaya dan spiritualitas. Dalam mitologi Hindu Bali, laut antara Pulau Jawa dan Bali diyakini sebagai batas sakral yang tidak boleh disatukan secara fisik.

Selain itu, Persatuan Hindu Dharma Indonesia (PHDI) di Banyuwangi menilai pembangunan jembatan yang menjulang tinggi dikhawatirkan melebihi ketinggian Padmasana atau tempat ibadah suci umat Hindu, yang dianggap tidak sesuai secara spiritual.

Aspek Teknis dan Biaya

Secara teknis, jembatan sepanjang 3 hingga 5 kilometer memungkinkan dibangun karena Selat Bali cukup sempit dan dangkal. Namun, wilayah ini berada di jalur Cincin Api (Ring of Fire) sehingga rawan gempa dan tsunami.

Dari sisi pendanaan, estimasi biaya proyek disebut bisa mencapai miliaran dolar AS. Belum ada kepastian apakah pembiayaan akan berasal dari APBN, investor swasta, atau kerja sama luar negeri.

Belum Ada Kajian Resmi

Hingga Juli 2025, belum ada kajian kelayakan resmi yang dirilis oleh kementerian teknis. Meskipun dukungan politik mulai menguat, proyek ini belum menunjukkan progres konkret menuju tahap pelaksanaan.

Aspek Status

Teknis Fisik memungkinkan, namun wilayah rawan gempa dan arus laut kuat
Ekonomi Biaya besar, manfaat jangka panjang belum dipetakan. Budaya dan Sosial Pemerintah Bali dan tokoh agama menolak karena pertimbangan spiritual dan mitologi
Regulasi dan Politik DPR RI mendukung kajian, Pemerintah Provinsi Bali masih menolak
Kajian Kelayakan Belum tersedia secara publik

Kesimpulan

Dengan belum adanya kajian formal serta adanya penolakan dari masyarakat Bali, proyek jembatan Jawa–Bali masih tertahan di tahap wacana. Namun, dorongan dari parlemen seperti yang disampaikan Nasim Khan menunjukkan bahwa peluang untuk menghidupkan kembali proyek ini tetap terbuka, selama dilakukan secara inklusif dan berbasis kajian yang matang. (*)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait