SURABAYA – beritalima.com, Jaksa Kejati Jatim Yulistiono dan Agus menghadirkan saksi Imam Wahyudi, seorang pembantu Rektor Satu dari Universitas Darul Ulum Jombang dan Herawati Muji Agustini, seorang swasta dalam persidangan kasus dugaan pengggunaan gelar akademik palsu di Pengadilan Negeri (PN). Surabaya dengan terdakwa Robert Simangunsong.
Didalam sidang saksi Imam mengatakan sebagai Pembantu Rektor Satu, dia membawahi bidang akademik dan kemahasiswaan. Saksi Imam mengatakan dia masuk di Universitas Darul Ulum di tahun 2003, terus di tahun 2013 menjabat sebagai Dekan di fakultas hukum dan di Tahun 2016 dia diangkat sebagai Rektor Satu.
“Sejak Tahun 2003 sampai 2016 Darul Ulum membuka pasca sarjana di bidang hukum dan mahasiswa lulusannya memperoleh gelar Magister Hukum Islam atau MHI. Jadi gelar yang diperoleh oleh mahasiwa untuk S2 adalah MHI. Harus ditulis benar-benar MHI sesuai yang tertulis atau tertera di dalam Ijasah,” katanya kepada majelis hakim yang diketuai Tongani di ruang sidang Tirta 1 Pengadilan Negeri Surabaya. Senin (8/7/2024).
Disebutkan oleh saksi Imam, sewaktu menjadi Pembantu Rektor Satu, dia di tahun 2019 pernah dikontak oleh Direktur Pasca Sarjana Darul Ulum yakni Solih Mua’adi untuk membuatkan ijasah atas nama nama Robert Simangunsong.
“Ini ijasahnya, ini datanya. Karena yang mengeluarkan adalah direktur Pasca berarti beliau yang mendata dari fakultas masing-masing. Lalu saya membuatkan surat bahwa benar mahasiswa ini kuliah di Darul Ulum,” lanjut saksi Imam.
Ditanya oleh Jaksa apakah sebelumnya pernah ada perkara serupa yang pernah diminta oleh Direktur Pasca Sarjana Darul Ulum yakni Solih Mua’adi,? Saksi Imam menjawab untuk mahasiwa lainnya tidak pernah ada.
Menurut saksi Imam, penerbitan gelar MHI untuk Robert Simangunsong bersamaan dengan terjadinya dualisme di Darul Ulum sejak 2019. Waktu itu rektornya adalah Kyai H.Abdul Rahman Wahid.
Tahun 2013 papar saksi Imam ada rencana Islah namun gagal. Dua kubu yang yang ada sama-sama berhak menjalankan kegiatan rektorat. Ada dua Rektor dan ada dua pemimpin yayasan. Tahun 2017 dua kubu menjalani proses Islah. Saat saya diangkat sebagai PR Satu statusnya masih ada dualisme. Saya berada di kubu Pak Lukman dan Pak Solih Mua’adi sebagai direktur Pasca Sarjana.
“Untuk perkara dengan Pak Robert ada di kubu Pak Lukman. Setelah saya buatkan bukti kelulusan Pak Robert, bukti itu saya kirimkan ke pak Soleh Muadi. Saya sama sekali tidak pernah bertemu dengan Pak Robert. Ketemu dengan pak Robert pada saat saya ada panggilan dari Polda Jatim.
Dalam sidang saksi Imam membenarkan bahwa Robert memperoleh gelar MHI Darul Ulum pada 28 Maret 2013.
Imam menceritakan data dari Darul Ulum dibekukan kopertis sampai Tahun 2008. Di Tahun 2009 pihak Kopertis mengislahkan dualisme dengan mengangkat Ibu Makhmuroh Saadiyah. Namun saat Makhmuroh diangkat ternyata belum bisa mengakomodir dua kubu yang berselisih.
“Sebetulnya Kopertis mengangkat Makhmuroh sebagai alternatif untuk mengislahkan dua kubu. Ijasah Pak Robert memang benar-benar dikeluarkan oleh Darul Ulum,” pungkas saksi Imam.
Ditanya oleh kuasa Hukum Robert data mahasiswa bisa masuk ke Dikti menjadi tanggung jawab pihak kampus.
“Universitas Darul Ulum untuk yang fakultas keagamaan dibawah naungan Kementrian Agama laporannya ke Kopertais. Kalau yang fakultas Umum laporannya ke Kopertis. Kalau menanyakan Magister Hukum Islam ada di Kopertais,” jawab saksi Imam.
Terkait gelar MHI, apakah saksi Imam mengetahui Peraturan Menteri Agama (Permenag) Nomor 33 Tahun 2016 tentang Gelar Akademik MHI. Bahwa gelar MHI juga disingkat dengan MH,? Tanya kuasa hukum terdakwa Robert.
“Tidak,” jawab saksi Imam.
Sementara itu, saksi Herawati Muji Agustini alias Hera hanya mengungkapkan bahwa sewaktu bekerja di kantor Robert di Tahun 2014 dia lebih banyak mengurusi bidang administrasi dan surat menyurat.
“Terkadang saya membantu dalam pengetikan. Saya meyakini gelar yang dicantumkan Pak Robert dalam pengetikan adalah SH,.MH dan bukan SH,.MHI,” ungkapnya.
Dikonfirmasi setelah sidang, Thio Trio Susantono, SH yang adalah korban mengaku puas dengan keterangan yang diberikan saksi Imam. Namun Thio menemukan kejanggalan.
“Yang dikatakan mereka itu adalah UU Nomer 33 Tahun 2016. Setelah 2016 MHI katanya Kemenag boleh disingkat menjadi M,.H. Sedangkan yang MHI yang dipergunakan Terdakwa Robert itu di Tahun 2015,” katanya selepas selesai sidang.
Bukan itu saja, Korban Thio juga menyebut bahwa saksi Imam diminta untuk bertemu dengan Direktur Pasca Sarjana Darul Ulum, Solih Mua’adi untuk pembuatan Ijasah Robert di Tahun 2019.
“Ternyata Ijasahnya disuruh membuatkan di tahun 2013. Kalau Robert lulus di Tahun 2013 apakah di Tahun 2015 dia diperbolehkan menggunakan gelar M,.H setelah disingkat MHI. Kan tidak boleh,” ucap Thio.
Sebelumnya, perbuatan terdakwa Robert Simangunsong S.H., M.H.diatur dan diancam Jaksa Kejati Jatim dengan pidana dalam Pasal 93 Jo Pasal 28 ayat (7) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. (Han)