SURABAYA, beritalima.com | Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak berbagi tips pengambilan keputusan strategis di masa krisis, khususnya dalam menghadapi Pandemi Covid-19. Sebab, ada sekitar 200an negara mengalami pandemi tersebut, yang berdampak bagi kesehatan maupun ekonomi.
“Saya mau mengajak semua untuk berbagi cerita, tips. Apa yang mungkin disampaikan sudah dijalankan. Sehingga tips ini dibagikan agar bisa menjadi referensi untuk memperkaya khasanah bagi Peserta PKN II,” ujar Emil Dardak panggilan akrab Wagub Jatim saat menjadi narasumber Ceramah Tematik Pelatihan Kepemimpinan Nasional (PKN) II Angkatan II Pemerintah Provinsi Jawa Timur Tahun 2020 di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Provinsi Jatim, Jalan Balongsari Tama Surabaya, Senin (7/9).
Menurutnya, kepemimpinan atau leadership di masa pandemi seperti saat ini ditutunt agar bisa mengambil berbagai keputusan yang strategis. Namun perlu diingat bahwa setiap keputusan yang diambil ada risikonya.
Dijelaskan, ada perbedaan antara pengambilan keputusan saat biasa dengan saat krisis. Saat krisis, waktu pengambilan keputusan lebih pendek, kondisi sedang tidak siap, dan masalahnya berat.
“Itulah ciri-ciri dari krisis. Setiap keputusan baik sedang krisis maupun tidak itu pasti ada konsekuensi, ada risikonya. Risiko gagal atau berhasil,” kata Mantan Bupati Trenggalek.
Dicontohkan, hal yang paling sederhana misalkan membuat keputusan saat membeli proyektor. Setelah diputuskan membeli, keesokan harinya harga lebih murah dibanding saat membeli.
“Kalau berharap turun harganya, kita tidak akan beli proyektor itu. Hal sesederhana itu saja ada risikonya. Sampai dengan adanya krisis pasti ada risikonya. Banyak sekali langkah-langkah diambil yang risikonya besar,” jelasnya.
Karena itu, lanjutnya, tantangannya akan membutuhkan pendekatan yang berbeda pada saat berada di tengah krisis. Begitu juga dengan situasi krisis Pandemi Covid-19. Dalam mengambil keputusan di situasi ini harus menggunakan pedoman ilmiah.
“Kalau kita terlalu berasumsi terjadi chaos kepanikan. Tetapi kalau kita terlalu rileks juga membahayakan karena trustnya akan lebih susah ketika kita terkesan rileks atau abai. Karena itu kita harus berpatokan pada pedoman ilmiah,” tegasnya.
Ia juga mencontohkan, ada dialektika dalam pengambilan keputusan pada masa pandemi. Seperti yang disampaikan hasil survey Indopol, sebanyak 43 persen masyarakat Jatim merasa Covid-19 ini sangata berbahaya dan harus ketat penanganannya. Sementara 43 persen lainnya, masyarakat Jatim berpendapat bahwa Covid-19 jangan menghalangi kegiatan.
Agar Covid-19 tidak menyebar begitu pesat, jelasnya, Gubernur Jatim mengambil keputusan pada 13 Maret 2020 untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap Covid-19. Apalagi saat itu sudah ada dua kasus Covid-19.
Sementara pada tanggal 15 Maret 2020, Pemprov Jatim mengambil keputusan selaras dengan arahan Presiden RI dan daerah lain untuk bekerja, belajar dan beribadah di rumah. Yang menjadi prinsipnya adalah mengutamakan nyawa masyarakat.
“Banyak yang menanyakan keputusan tersebut diambil. Keputusan tersebut diambil karena kita tidak bisa mengkalkulasi seberapa yang kita hadapi. Seberapa menular, seberapa siap masyarakat kita. Semuanya tidak pasti,” tuturnya.
Lebih lanjut disampaikannya, keputusan ini juga mengambil pengalaman yang ditempuh negara-negara lain yang berhasil melandaikan kurva Covid-19. Untuk melandaikan kurva ini, keputusan berat harus diambil. Termasuk berdiskusi dengan para pemuka agama di Jatim.
“Agama adalah hal yang sangat sensitif bagi setiap individu. Sedangkan kita berhadapan dengan situasi yang sangat sulit apabila ditanya risiko yang dihadapi,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala BPSDM Prov. Jatim Aries Agung Paewai mengatakan peserta PKN II diikuti sebanyak 60 orang baik diikuti secara langsung maupun virtual. Diantaranya dari Kejaksaan Agung RI, Kemendes PDT dan Transmigrasi, Biro Pusat Statistik, Provinsi Jatim, Provinsi Kalimantan Barat, Kabupaten/Kota di Jatim.
Pada akhir Agustus 2020, lanjutnya, ada keputusan dari Lembaga Administrasi Negara (LAN) kepada BPSDM seluruh Indonesia yang dapat menyelenggarakan kegiatan secara langsung, maka boleh diadakan secara tatap muka dengan prosedur protokol kesehatan yang sangat ketat.
Ke depan, dirinya ingin mengembangkan inovasi dengan membuat laboratorium inovasi sesuai arahan Gubernur dan Wagub Jatim. Selain itu, juga akan dikembangkan laboratorium kompetensi bagi ASN.
“Jadi nanti kami akan punya laboratorium inovasi. Bagi OPD-OPD yang punya program, yang kebetulan belum bisa diolah informasinya, mereka akan ditraining di sini. Mereka keluar harus punya inovasi,” pungkasnya.