SURABAYA, Beritalima.com | System Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2020-2021 menuai banyak kritikan. Bahkan para orang tua mengadu ke gedung DPRD provinsi Jatim untuk menyampaikan aspirasinya. Kedatangan delegasi orang tua tersebut disambut oleh wakil Ketua Komisi E Hikmah Bafaqih beserta anggotanya. Kamis (25/6/2020).
Setelah usai menyerap aspirasi para orang tua, Komisi E mengundang Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jatim Dr Ir H Wahid Wahyudi MT. Dalam rapat kerja tersebut Wahid menjelaskan teknik PPDB yang menuai banyak keluhan.
Di tempat terpisah setelah pertemuan dengan anggota DPRD provinsi Jatim dari komisi E tersebut, Wahid mengungkapkan bahwa sebelum pelaksanaan PPDB, pihaknya sudah melakukan sosialisasi ke berbagai sekolah SMP di seluruh wilayah Jatim.
“Ya Jadi kami membuka call center yang tiap hari itu sekitar 300 sampai 500 pengaduan dan semua kami tanggapi dengan baik. Kalau pun masih ada yang mengajukan pertanyaan dan keluhan lagi, Kami punya 3 Call Center di kantor dinas pendidikan provinsi Jawa Timur. Kami juga punya website. Kami juga punya 24 cabang dinas. Kami juga punya SMA SMK Negeri di seluruh Jawa Timur yang buka, sehingga pengaduan itu bisa datang langsung ke SMA SMK terdekat, juga bisa melalui nomor nomor yang sudah kami cantumkan di dalam petunjuk teknis maupun di dalam website,” terang Wahid.
“92% yang mengikuti PPDB zonasi itu menggunakan kartu keluarga. Jadi sedikit sekali yang menggunakan Surat keterangan domisili. Namun yang
didegungkan diluar seakan-akan itu surat domisili yang banyak diterima. Itu enggak bener. 92% itu menggunakan kartu keluarga. Nah yang 8% itu sudah dilakukan verifikasi. Nanti verifikasi terakhir adalah di saat darurat Covid -19 selesai itu akan diperiksa betul. Dan di dalam petunjuk teknis tegas kami katakan bahwa apabila ada dokumen yang palsu maka penerimaan siswa itu akan dibatalkan,”tandasnya.
“Sayang masih banyak orang tua salah menafsirkan. Prestasi itu ada dua syarat, dan dua syarat ini harus terpenuhi, tidak boleh hanya salah satunya. Satu, syarat yang pertama adalah lomba itu dilaksanakan berjenjang mulai tingkat kabupaten kota, ada juara 1 2 3 dari eliminasi nya. Kemudian kabupaten kota juara 1 2 3 dikirim untuk mengikuti kejuaraan provinsi. Kalau dia hanya menang di kabupaten kota yang dihargai boleh tetapi skornya kecil, kemudian dikirim ke provinsi dia lomba lagi nanti dipilih juara 1 2 3. Dia punya sertifikat lagi skornya lebih gede. Kemudian dikirim di tingkat nasional. Kalau dia menang lagi skornya lebih gede lagi. Apalagi internasional,” sambungnya.
“Syarat pertama penyelenggara nya itu pemerintah atau lembaga yang bekerjasama dengan pemerintah. Misalnya lomba robotika. Lomba robotika itu semua perguruan tinggi teknik hampir mengadakan semua, termasuk ITS yang saya ketua alumni nya itu yang digunakan. Karena yang menyelenggarakan adalah lembaga yang tidak bekerjasama dengan pemerintah, maka sertifikatnya tidak berlaku. Ini bukan lomba berjenjang. Misalnya itu kan saya ketua sport sepeda Indonesia Jawa Timur. Saya ketua ISI Jawa Timur. Saya mengadakan kejuaraan-kejuaraan saya tanda tangani sertifikat, tapi itu tidak bisa dilakukan karena itu internal ikatan sport sepeda Indonesia. Begitu juga KONI. KONI selaku penyelenggara Pekan Olahraga Provinsi mengeluarkan kejuaraan sertifikat bisa itu. kalau KONI Sebagai penyelenggara PON, kemudian mengeluarkan sertifikat, itu bisa digunakan. Tetapi kalau KONI mengadakan sendiri, sertifikatnya tetap tidak berlaku, ” pungkasnya. (yul)