beritalima.com | Kemiskinan rentan dimanfaatkan oleh oknum pencari kesempatan di dalam tatanan si penggiat kebijakan untuk meraih singgasana. Karena bagi masyarakat, posisi ini tidak memiliki nilai tawar sebagai penentu arah kehidupan mereka.
Semakin termarginalkan, menjamah wilayah keplosokan, praktek politik di pastikan berjalan dengan kotor, jual beli suara pun rentan terjadi, tak perduli figur atau sosok sang calon pemimpin, asalkan saat ini isi perut bisa tercukupi.
Bukan rahasia umum, dari pemilihan tingkat bawah hingga ke level atas, rentan bermuara terhadap kekuasaan jabatan dan kekuatan isi dompet si calon pemimpin. Bergeriliya secara sembunyi-sembunyi atau bahkan secara terang-terangan menopang praktek politik secara kotor.
Wajah demokrasi yang tak pernah membutuhkan pemimpin amanah, smart, bijak, berintegritas, memahami apa yang di butuhkan, cukup menjadi modal seorang pandir untuk bisa meraih singgasananya.
Mayoritas pendidikan rakyat yang tidak layak, melegitimasikan suaranya yang tak pernah terbeli dengan layak, kesadaran, nalar kritis, intistusi nurani, termatikan, menjadi sikap patuh, nurut, di dalam situasinya yang ringkih, rentan, dan miskin.
Selamanya status quo akan di pertahankan, tata aturan, regulasi di hadirkan untuk tetap melanggengkan si dompet tebal besinggasana, tak apa si isi rakyat harus di korbankan, karena tumpukan materi dan jabatan menjadi tujuan.