Wakil Rakyat: Banyak Masalah Dihadapi TKI Indonesia di Luar Negeri

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Pahlawan devisa yang ditujukan khusus kepada Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri sekilas memang sangat mulia dan terhormat.

Namun, pada kenyataanya, masyarakat Indonesia sering disuguhkan berbagai kabar dan berita tentang nelangsanya nasib para buruh migran yang bekerja diberbagai negara dunia.

Contoh kasus terbaru adalah nasib buruh migran terjadi pada Eni Suci Suharyati, TKI asal Banten yang baru pulang setelah menjalani masa kerja enam bulan di salah satu negara di Timur Tengah.

Pulangnya Eni ke kampung halaman, tidak membawa kabar manis, indah dan suksesnya seorang TKI. Tapi membawa kisah horor serta begitu banyak luka fisik dan psikologis akibat penyiksaan yang dilakukan majikannya.

Begitu seringnya nasib TKI dirundung sesal serta kesal, memunculkan satu pertanyaan besar di benak masyarakat Indonesia bagaimana sistem pemberdayaan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia terutama di luar negeri.

Itu terungkap dalam diskusi Empat Pilar MPR RI bertema ‘Perlindungan dan Pemberdayaan Tenaga Kerja’ yang digelar di Press Room, Gedung Nusantara III Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (18/3) dengan pembicara anggota MPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Ikhsan Firdaus dan
Koordinator Divisi Bantuan Hukum Migrant Care, Nur Hasono.

Ikhsan mengatakan, memang banyak sekali permasalahan buruh migran di luar negeri. Namun, saat ini menurut beberapa data, termasuk dari migant care ada penurunan yang cukup siginifikan terkait buruh migran bermasalah.

“Kasus terbaru Siti Aisyah. Ending kasus itu adalah cermin, pemerintah sudah mulai membangun satu concern tentang bagaimana kita melindungi warga negara kita di luar negeri,” kata dia.

Ke depan, kata anggota Komisi IX DPR RI ini, untuk melindungi tenaga kerja migran Indonesia di luar negeri, memang perlu moratorium pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri terutama yang unskill.

Lahirnya UU No: 18/2017 terkait perlindungan pekerja migrant Indonesia, cukup untuk mereka. “Saya berharap ke depan ada agreement atau MoU yang jelas pemerintah kita dan pemerintah yang menbutuhkan tenaga kerjaterkait perjanjian kerja TKI.”

Pada kesempatan serupa Nur Hasono mengatakan, soal unskill dari para buruh bukan satu-satunya faktor. Ada beberapa faktor menyumbang terhadap permasalahan seputar buruh migran.

Pertama, unskill buruh migran memang faktor permasalahan. Namun, yang lebih kompleks adalah inkonsistensi penempatan kerja. Pekerja yang memiliki skill malah di tempatkan bidang lain.

Masalah lainnya adalah pekerjaan yang tidak melihat batasan waktu. Ada pekerja yang mesti bekerja semalam 18 jam bahkan lebih sampai 24 jam tidak sesuai dengan Perjanjian Kerja (PK). Sementara upah diberikan secara tidak layak.

Belum lagi para pekerja tiba-tiba berhadapan dengan pemberi kerja atau majikan yang ‘usil’ dan memiliki anggapan bahwa buruh itu adalah budak sehingga bisa seenaknya melakukan apa saja.

“Ini beban berat buat pekerja dan menjadi masalah berkepanjangan. Itu harus diperhatikan pemerintah dan wakil rakyat, untuk membuat satu aturan jangan hanya dibebankan kepada para pekerja tapi buatlah aturan ketat yang ditujukan juga kepada para agen dan juga negara yang membutuhkan tenaga kerja,” demikian Nur Harsono. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *