JAKARTA, Beritalima.com– Keinginan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III membentuk perusahaan gula yang mampu bersaing secara nasional maupun global berisiko gagal jika pemerintah tidak mengubah kebijakan impor gula (raw sugar).
Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Amin Ak mengatakan, jika impor gula mentah tak dikendalikan, sulit bagi SugarCo bersaing mengingat mereka juga harus membenahi efisiensi bisnis dari hulu hingga hilir yang bakal diwarisi dari anak-anak perusahaan PTPN III.
“Rencana itu bagus untuk membangun swasembada gula. Namun, harus dibarengi kebijakan yang berpihak kepada petani dan industri gula dalam negeri. Kendalikan impor kalau mau industri dalam negeri tumbuh kuat,” tegas wakil rakyat dari Dapil IV Provinsi Jawa Timur tersebut.
Fakta bahwa Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak mengendalikan impor bisa dilihat dari melonjaknya impor 2020 menjadi 5,54 juta ton, naik hampir 1,5 juta ton dibanding 2019. Padahal dampak pandemi Covid-19 justru membuat jumlah konsumsi gula menurun.
Pertumbuhan konsumsi gula dari industri makanan dan minuman yang merupakan pengguna terbesar turun drastis dari 7,8 persen 2019 menjadi 1,6 persen 2020.
“Kenaikan impor tahun lalu 1,5 juta ton sama dengan 15 kali lipat dari penurunan produksi gula nasional pada tahun yang sama 100.000 ton, dari 2,23 juta ton 2019 menjadi 2,13 juta ton 2020. Itu sama saja dengan membunuh petani dan industri gula dalam negeri secara perlahan,” kata Amin.
Selain kebijakan impor, Amin juga menagih janji Pemerintah Jokowi yang akan membenahi industri gula dari hulu hingga hilir. Sisi hulu, efisiensi perkebunan rakyat, termasuk nilai rendemen tebu petani harus dibenahi agar bisa bersaing dengan gula impor. Dari sisi hilir, program efisiensi produksi gula maupun sistem logistik atau rantai pemasaran juga belum terlihat nyata.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Pemerintah menargetkan swasembada gula konsumsi 2025. Jika industri dalam negeri tidak dibenahi, lanjut Amin, yang terjadi bukan swasembada tapi lonjakan impor.
“Jika kebijakan impor maupun efisiensi produksi tebu dan gula dalam negeri tidak dibenahi, maka BUMN gula hasil konsolidasi dikhawatirkan ujung-ujungnya menjadi beban negara. Padahal kemunculannya dibutuhkan untuk meredam lonjakan impor,” kata Amin.
Wakil rakyat itu mendesak Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menunjuk orang yang punya kapabilitas dan integritas mengelola BUMN gula hasil konsolidasi ini nantinya. Dengan pengelolaan yang profesional dan berintegritas demi merah putih, Amin yakin BUMN SugarCo bisa memenuhi harapan swasembada.
“Saya bandingkan dengan salah satu industri gula milik swasta nasional di Lampung, mereka mampu mengelola perkebunan tebu maupun industri gula secara efisien dan berkelanjutan. Mereka untung kok, saya kok heran kalau BUMN gula sering merugi,” demikian Amin Ak. (akhir)