JAKARTA, Beritalima.com– Wakil rakyat dari Dapil IV Provinsi Jawa Timur, Amin Ak mengingatkan komitmen Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir untuk membenahi tata kelola perusahaan plat merah tersebut dengan menerapkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG).
Soalnya, kata Amin dalam keterangan pers yang diterima, Minggu (1/11) GCG merupakan prinsip yang mendasari suatu proses dan mekanisme pengelolaan perusahaan berlandaskan peraturan perundang-undangan dan etika berusaha. Prinsip GCG meliputi Transparansi, Akuntabilitas, Pertanggungjawaban, Independensi/Kemandirian dan Kesetaraan sejauh ini masih menjadi ‘pelajaran’ yang dihafal belum menjadi tata kelola yang dilaksanakan dengan baik.
Indikator sederhananya bisa dilihat dari berbagai masalah akut yang terjadi di tubuh BUMN seperti kasus korupsi, banyaknya BUMN yang rugi, besarnya utang dan kesulitan likuiditas. Belum tuntasnya kasus mega skandal Jiwasraya, penyuapan oleh direksi PT PAL, dan masih banyak lagi kasus korupsi yang terungkap. Yang terbaru, temuan diduga pemberian upeti dari PT Dirgantara Indonesia kepada sejumlah pejabat publik Rp178 miliar.
Masyarakat juga dikejutkan dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal di tubuh PT Garuda Indonesia, padahal Juli lalu maskapai tertua di Indonesia itu menerima suntikan dana talangan Rp8,5 triliun dari APBN lewat mekanisme Mandatory Convertible Bond (MCB) atau obligasi wajib konversi.
Artinya, papar politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, dana talangan itu secara otomatis nantinya akan menjadi tambahan penyertaan modal pemerintah ke PT Garuda Indonesia.
Amin juga menyoroti banyaknya penunjukan komisaris BUMN yang tidak berbasis kompetensi. Baik yang berasal dari Tim Sukses Pemenangan Pasangan Jokowi-Amin maupun rekomendasi Partai Politik dan unsur lainnya. Jumlahnya juga melebihi kebutuhan. Misalnya Komisaris PT PLN (Persero) 10 orang.
Ditambah lagi dengan temuan Ombudsman, sedikitnya ada 397 orang yang duduk di kursi komisaris BUMN terindikasi rangkap jabatan dan 167 orang yang juga terindikasi hal yang sama duduk di kursi anak usaha. Hal itu menjadikan beban BUMN semakin berat dan jauh dari harapan untuk bisa mencapai tujuan pendiriannya.
Sesuai UU Perseroan Terbatas (PT), tugas dewan komisaris memastikan bahwa tindakan eksekutif (dewan direksi) sudah sesuai dengan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (GCG). Untuk menjalankan fungsinya dengan efektif, dewan komisaris diberi alat kelengkapan lainnya, seperti komite audit.
Selain UU, juga ada Peraturan Menteri BUMN PER-01/MBU/2011 yang mengatur perilaku BUMN dengan pedoman tata kelola BUMN. Aturan ini secara jelas mengatur bagaimana perusahaan negara harus dikelola sesuai prinsip transparansi, akuntabilitas, dan keadilan. Untuk mengukur level GCG BUMN, setiap tahun mereka juga harus diaudit oleh konsultan independen GCG.
Sebelum diangkat jadi direksi BUMN, setiap calon harus menandatangani pakta integritas yang mengatur bagaimana perilaku direksi pelat merah dalam mengelola BUMN. Secara garis besar hal yang boleh dan tak boleh dilakukan dinyatakan secara eksplisit. “Sayangnya, banyak oknum pejabat BUMN yang hanya menandatangani pakta integritas tapi mengabaikan prinsip-prinsip di dalamnya,” ujar mantan auditor tersebut.
Bahkan di era Menteri BUMN Erick Thohir, diterbitkan core values bagi seluruh Pejabat dan karyawan BUMN yaitu AKHLAK, yang merupakan akronim dari Amanah, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif dan Kolaboratif sebagai budaya baru BUMN.
Seperti dikatakani Eric, AKHLAK merupakan panduan bagi manajemen BUMN untuk dapat bekerja dengan benar demi kepentingan bangsa, bukan kepentingan pribadi atau kelompok. “Semua aturan sudah ada dan bagus isinya, yang belum adalah penerapannya secara konsekuen,” demikian Amin Ak. (akhir)