Wakil Rakyat Jawa Timur: Pemerintahan Jokowi Perlu Reformasi Sistem Impor Komoditas Strategi s

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Untuk menghindari jor-joran impor yang terjadi pada masa lalu, Pemerintah dibawah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) perlu melakukan reformasi kebijakan impor termasuk kebutuhan pokok seperti beras, gula, kedele dan lainnya.

Reformasi kebijakan impor itu, kata Amin Ak, anggota Komisi VI DPR RI yang membidangi perdagangan tersebut, dalam keterangan tertulis melalui WhatsApp (WA) kepada Beritalima.com Senin (17/2), untuk menghindari membusuknya bahan kebutuhan pokok seperti beras yang terjadi di gudang Badan Urusan Logistik (Bulog) tahun lalu dan menyelamatkan para petani dalam negeri serta pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

Seperti diberitakan berbagai media, tahun lalu Perum Bulog menghitung ada 20 ribu ton Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang terancam di-disposal atau dibuang karena penurunan mutu akibat kelamaan di gudang sehingga tak layak dikonsumsi. Jumlah tersebut dipastikan merugikan keuangan negara. Padahal, saat ini Pemerintah kesulitan keuangan.

Hal tersebut dikatakan Wakil Rakyat dari Dapil IV Provinsi Jawa Timur tersebut menanggapi rencana Pemerintah untuk mengimpor 2,9 juta ton garam tahun ini. Jumlah itu, lebih banyak 300.000 ton dibandingkan dengan impor garam yang dilakukan tahun lalu.

Kala itu besarnya impor garam yang dilakukan Pemerintah mengakibatkan garam petani menumpuk karena tidak tersedot pasar. Selain itu, harga garam petani juga anjlok karena kelebihan suplai. Banyak petani terutama di pesisir pantai Jawa Timur garamnya tidak terpasarkan. Selain itu, harga garam mereka juga rendah sehingga tidak sedikit petani garam yang mengalami kerugian.

Selama ini, kata laki-laki kelahiran Kebumen, 6 Juli 1965 tersebut, Pemerintah mengeluarkan kebijakn impor atas dasar kuota. Hal itu menyebabkan adanya perbedaan harga yang teralalu besar dari produsen importir sehingga merugikan produsen lokal.

Karena itu, ungkap laki-laki berbintang Leo tersebut, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) PKS DPR RI tersebut, mengusulkan impor dilakukan atas dasar tarif, sehingga harga yang diberikan importer semakin kompetitif.

Karena itu, lanjut dia, Pemerintah harus melakukan pembenahan terhadap tata niaga di beberapa komoditas strategis, termasuk sembilan kebutuhan pokok (sembako). Persoalan besar dalam kebijakan impor karena tidak adanya tata niaga di beberapa komoditas strategis.

Akibatnya, Pemerintah sering sekali mengalami defisit neraca perdagangan. Pemerintah juga belum memiliki peta jalan beberapa komoditas strategis, sehingga tidak adanya perencanaan yang jelas untuk mengembangkan industri komoditas strategis itu di tanah air.”

Selain itu, Fraksi PKS DPR RI juga meminta Pemerintah untuk membenahi data dan melakukan audit secara independen terhadap kuota kebutuhan impor untuk beberapa komoditas strategis. Penetapan kuota kebutuhan harus dilakukan dengan menghitung kebutuhan rill di lapangan sehingga ke depan tidak terjadi lagi over kuota yang dapat menyebabkan harga di tingkat produsen dalam negeri menjadi anjlok.

Menurut Master Manajemen Universitas Negeri Jember tersebut, persoalan impor, sudah menjadi masalah yang hingga kini belum mampu diselesaikan pemerintahan Jokowi. Padahal, saat ini merupakan periode kedua Jokowi berkuasa.

Padahal, sebelum menjadi Presiden atau ketika dipercaya menjadi Gubernur DKI Jakarta, Jokowi kala itu pernah mengkritik pemerintah yang berkuasa karena harus mengimpor barang untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. “Impor juga dapat merugikan industri dalam negeri, dan juga bisa mematikan pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

Amin Ak juga menyebutkan, salah satu penyebab sering dilakukan impor karena Pemerintah tidak memiliki peta jalan atau road map komoditas strategis. Tidak adanya road map itu mengakibatkan ada ketidakpastian sehingga menimbulkan kelebihan pasokan komoditas strategis yang dapat menyebabkan harga turun drastis sehingga merugikan petani dan pedagang. Kekosongan stok komoditas strategis juga menyebabkan Pemerintah harus melakukan impor walau dengan harga yang mahal.

Persoalan lainnya, lanjut dia, juga tidak ada data yang dapat dijadikan acuan dalam membuat kebijakan impor. Perbedaan data kementerian/lembaha dengan Badan Pusat Statistik (BPS) sering berbeda, sehingga pemerintah sering sekali mengambil kebijakan yang berbeda antar kementerian.

Sistem kuota yang digunakan dalam menjalankan kebijakan impor selama ini dianggap merugikan banyak pihak karena menyebabkan harga tidak kompetitif dan dapat menimbulkan adanya praktek kartel. Kebijakan impor berbasis kuota juga berpotensi menimbulkan rent seeker, sangat rawan diperjualbelikan serta dimanipulasi.

Untuk mengendalikan impor khususnya komoditas strategis, kebijakan impor berbasis tarif dapat menjadi alternatif solusi, dengan tetap memperhatikan peraturan internasional seperti yang berlaku di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO).

Kebijakan impor berbasis tarif, lanjut Amin, juga dapat menjadi instrumen dalam usaha melindungi para petani, dimana saat panen pemerintah menaikan tarif impor (sehingga petani terlindungi). “Saat terjadi inflasi dan kelangkaan pasokan, Pemerintah punya instrumen menurunkan tarif impor, sehingga pasokan dan harga barang tetap terkendali yang ujungnya konsumen terlindungi.
,” demikian Amin Ak. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait