JAKARTA, Beritalima.com– Politisi senior Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) di Komisi X DPR RI, Prof Dr Zainuddin mengatakan, pemecatan Vina (34 tahun) sebagai guru Honorer di Bone, Sulawesi Selatan adalah fakta Pendidikan Nasional di Indonesia dalam kondisi memprihatinkan.
Vina yang mengajar di Sekolah Dasar (SD) 165 Sadar, Kecamatan Tellu Limpoe, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan dipecat dari pekerjaan dia sebagai guru honorer hanya karena posting foto gaji Rp 700.000 di Media Sosial (Medsos).
“Kasus tersebut rupakan gambaran betapa memprihatinkannya kondisi pendidikan nasional kita,” ungkap Zainuddin yang juga merupakan tokoh pendidikan asal Jawa Timur tersebut dalam keterangan tertulis kepada Beritalima.com, Sabtu (13/2).
Bagaimana sebenarnya kasus pemecatan itu terjadi, ungkap wakil rakyat kelahiran Tulung Agung, Jawa Timur, 7 Juli 1954 itu memang diharapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Dinas Pendidikan, Pemda setempat dan pihak terkait memberikan klarifikasi. “Saya mengharpkan kasus ini ditangani dengan prinsip kekeluargaan.”
Terlepas bagaimana hal tersebut bisa terjadi, lanjut wakil rakyat dari Dapil X Provinsi Jawa Timur itu, kasus ini menambah bukti bahwa Pemerintah belum bisa hadir dalam memperbaiki nasib guru honorer.
Kehadiran guru honorer merupakan akibat ketidak mampuan negara dalam mencukupi tenaga pendidik.Sungguh sangat besar jasa para guru honorer ini terhadap dunia pendidikan di tanah air.
“Dengan gaji yang sangat tidak memadai bersedia melakukan tugas mulia, mencerdaskan kehidupan anak bangsa yang sesungguhnya hal itu adalah kewajiban negara,” ungkap Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya 2003-2012 tersebut.
Pemerintah dalam hal ini Kemendikbud dengan Kementerian terkait lainnya seperti Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Penertiban Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) dan BKD mengatakan siap mengangkat 1 juta guru honorer menjadi Aparatur Sipil Negara-Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (ASN-PPPK) 2021 sekaligus siap dengan anggarannya.
Pada pelakaaannya, kata Zainuddin, hanya separoh yang berminat. Dalam hal ini Pemerintah Pusat terkesan melempar ke Pemerintah Daerah (Pemda) yang enggan memanfaatkan kuota PPPK itu. Pemda beralasan tak yakin semua beban gaji dan tunjangan dipenuhi Pemerintah Pusat.
Memang pengangkatan satu juta guru honorer menjadi PPPK merupakan kebijakan yang bagus tetapi tidak demikian dalam kenyataan, setidak sampai detik ini.
Patut diingatkan, jelas Zainuddin, agar negara menunjukkan kesungguhan menanganai masalah pendidikan. Negara diberi amanah untuk menjamin pendidikan bagi setiap warganya dan membiayai sebagaimana dijelaskan dalam pasal 31 UUD 1945 amandemen bahwa (1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
Jika saja amanah UU No: 20/2003 tentang Sisdiknas untuk menyediakan anggaran 20 persen dari APBN diwujudkan dengan penuh kesungguhan, berarti tersedia dana tidak kurang dari Rp 500 triliun.
“Jika dana sebesar itu benar-benar di alokasikan untuk pendidikan, di yakini pemerintah bukan hanya akan mampu memberi gaji yang layak kepada guru honorer di Indonesia, tetapi sanggup menyelenggarakan pendidikan dengan guru-guru berkomptensi dan berkesejahteraan baik di sekolah-sekolah dengan sarana dan prasarana yang berkualitas,” demikian Prof Dr Zainuddin Maliki. (akhir)