SURABAYA, beritalima.com | Meski 2020 sangat berat karena efek pandemi Covid-19, BPJS Ketenagakerjaan (BPJAMSOSTEK) tetap mencatatkan hasil kinerja positif, di antaranya bidang investasi, kepesertaan, dan pelayanan.
Penerimaan iuran (unaudited) BPJAMSOSTEK berhasil dibukukan sebesar Rp73,31 triliun, walau terdapat implementasi PP 49 Tahun 2020 tentang relaksasi iuran Program JKK dan JK sebesar 99% serta penangguhan Program JP sebesar 99%. Iuran tersebut ditambah pengelolaan investasi berkontribusi pada peningkatan dana kelolaan mencapai Rp486,38 triliun pada akhir Desember 2020.
BPJAMSOSTEK juga mencatatkan hasil investasi sebesar Rp32,30 triliun, dengan Yield on Investment (YOI) yang didapat sebesar 7,38%. Dana dan hasil Investasi tersebut mengalami pertumbuhan masing-masing sebesar 12,59% dan 10,85% dibandingkan tahun 2019.
Direktur Utama BPJAMSOSTEK, Agus Susanto, mengatakan, investasi BPJAMSOSTEK dilaksanakan berdasarkan PP No.99 Tahun 2013 dan PP No.55 Tahun 2015 yang mengatur jenis instrumen-instrumen investasi yang diperbolehkan berikut dengan batasan-batasannya. Selain itu juga Peraturan OJK No.1 Tahun 2016 yang mengharuskan penempatan pada Surat Berharga Negara sebesar minimal 50%.
“Untuk alokasi dana investasi, BPJAMSOSTEK menempatkan sebesar 64% pada surat utang, 17% saham, 10% deposito, 8% reksadana, dan investasi langsung sebesar 1%,” terang Agus, Senin (18/1/2021).
Selama masa pandemi, pengelolaan dana investasi mendapatkan tantangan yang cukup berat, mengingat dampak pandemi Covid-19 dirasakan oleh seluruh bidang usaha di dalam negeri. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang pada awal 2020 dibuka melemah, bahkan sempat terseok ke level 3900-an pasca ditetapkannya Covid-19 sebagai pandemi global.
“Tapi kami telah mengalihkan mayoritas portofolio pada instrumen fixed income hingga mencapai 74% dari total portofolio, sehingga tidak berpengaruh langsung dengan fluktuasi IHSG,” tukas Agus.
Agus mencontohkan pada investasi saham, mayoritas penempatan atau 98% penempatan dana dilakukan pada saham kategori Blue Chip atau LQ45. Meski demikian, penempatan pada saham non LQ45 juga tetap dilakukan dengan menerapkan protokol investasi yang ketat, yang hanya sekitar 2% dari total portofolio saham BPJAMSOSTEK.
“Untuk saham, BPJAMSOSTEK hanya berinvestasi pada emiten BUMN, emiten dengan saham yang mudah diperjualbelikan, berkapitalisasi besar, memiliki likuiditas yang baik, dan memberikan deviden secara periodik. Faktor analisa fundamental dan review risiko tentu menjadi pertimbangan utama dalam melakukan seleksi emiten. Jadi, tidak ada investasi pada saham-saham gorengan,” tegasnya.
Ditambahkan, untuk lebih memaksimalkan hasil kelolaan investasi, BPJAMSOSTEK juga mengurangi broker fee atau biaya transaksi penempatan dana dengan manajer investasi.
Dengan kinerja pengelolaan dana tersebut, sebagai Badan Hukum Publik yang bersifat nirlaba, seluruh hasil pengelolaan dana dikembalikan kepada peserta. BPJAMSOSTEK dapat memberikan hasil pengembangan JHT kepada pesertanya mencapai 5,63% p.a, yang tentu selalu di atas rata-rata bunga deposito bank pemerintah yang sebesar 3,87%.
Jika ditilik dari 2016 hingga 2020 saja, dana kelolaan BPJAMSOSTEK dapat tumbuh mencapai 2 kali lipat dengan CAGR sebesar 18,74%, hingga mencapai Rp486,38 triliun. Padahal sejak 1977 hingga 2015, dana kelolaan BPJAMSOSTEK berada pada angka Rp206,58 triliun. Hal ini jelas membuktikan kinerja BPJAMSOSTEK dalam meningkatkan kepesertaan dan pengelolaan dana investasi sangat baik.
Peningkatan dana kelolaan investasinya ini juga tentunya tidak lepas dari protokol penempatan dana yang dimiliki BPJAMSOSTEK yang sangat ketat. Jika dilihat dari aturan yang dimiliki, sangat kecil kemungkinan penempatan dana investasi bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pihak tertentu.
Contohnya pada aturan penempatan dana, kapitalisasi pasar dari emiten yang dituju minimal Rp3 triliun. Contoh lainnya seperti rerata nilai transaksi saham yang akan dibeli minimal Rp20 miliar. Protokol ketat dalam mengatur penempatan dana investasi ini yang menjadi rahasia BPJAMSOSTEK agar tetap mendapatkan hasil investasi yang selalu meningkat untuk kepentingan seluruh peserta BPJAMSOSTEK.
Menilik kinerja kepesertaan BPJAMSOSTEK, total 50,72 juta pekerja telah terdaftar sebagai peserta BPJAMSOSTEK hingga akhir Desember 2020. Hasil ini merupakan pencapaian yang positif, meski dengan kondisi pandemi Covid-19. Sementara dari sisi perusahaan peserta atau pemberi kerja, capaian yang diraih BPJAMSOSTEK di tahun 2020 sebesar 683,7 ribu perusahaan.
Melalui inisiatif PERISAI (Penggerak Jaminan Sosial Indonesia), BPJAMSOSTEK juga mendorong kepesertaan pekerja Bukan Penerima Upah (BPU) dan Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM). Terhitung sejak 2017 sampai akhir Desember 2020, PERISAI telah berkontribusi positif terhadap kepesertaan sebesar 1,6 juta peserta dengan total iuran Rp364,2 miliar yang dilakukan oleh 4.694 PERISAI aktif di seluruh Indonesia.
Untuk perlindungan kepada Pekerja Migran Indonesia (PMI), terhitung sampai Desember 2020 sebanyak 376,6 ribu PMI telah terlindungi program BPJAMSOSTEK dengan nilai iuran Rp31,9 miliar.
“Walaupun banyak terjadi PHK akibat berkurangnya pendapatan usaha sebagai dampak pandemi Covid-19, BPJAMSOSTEK tetap dapat melakukan akuisisi peserta sebanyak 17,4 juta untuk tahun 2020”, jelas Agus. Meski demikian, diakui lonjakan klaim JHT imbas dari PHK tidak bisa dihindari, yaitu sebesar 15,22% atau sebanyak 2,2 juta pengajuan klaim JHT pada tahun 2019 dengan nominal yang juga melonjak 24,25% atau sebesar Rp26,64 triliun.
Sepanjang 2020, pembayaran klaim atau jaminan yang dikucurkan BPJAMSOSTEK mengalami peningkatan sebesar 20,01% atau mencapai Rp36,5 triliun. Secara rinci disebutkan, klaim Jaminan Hari Tua (JHT) mencapai Rp33,1 triliun untuk 2,5 juta kasus, klaim Jaminan Kematian (JKM) 34,7 ribu kasus sejumlah Rp1,35 triliun, klaim Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) sebanyak 221,7 ribu kasus senilai Rp1,55 triliun, dan klaim 97,5 ribu Jaminan Pensiun (JP) sebesar Rp489,47 miliar.
“Tentu kami akan selalu optimis dengan tetap waspada terhadap tantangan-tantangan yang mungkin akan muncul di depan, seperti dengan mewujudkan transformasi digital berkelanjutan. Tahun 2021 ini harus bisa dijadikan titik balik pulihnya perekonomian Indonesia setelah didera pandemi. BPJAMSOSTEK siap mendukung upaya ini agar perlindungan menyeluruh pekerja Indonesia dapat segera terwujud,” kata Agus.
Sementara itu Kepala BPJAMSOSTEK Surabaya Darmo, Guguk Heru Triyoko, menyampaikan, selama 2020 BPJAMSOSTEK Surabaya Darmo telah membayarkan total klaim sebanyak 20.350 kasus yang jumlahnya mencapai Rp 258.304.817.205,-. Dari angka itu, klaim JHT memang paling dominan, yakni sebanyak 15.731 kasus dengan nominal Rp 233.821.983.358,-, kemudian klaim JKK sebanyak 2.130 kasus senilai Rp 14.769.739.834,-, klaim JKM 175 kasus sejumlah Rp 6.522.000.000,-, dan 2.130 JP sebesar Rp 3.191.093.914,-.
“Banyaknya klaim JHT tersebut berlangsung sejak Maret sampai Desember 2020, dan kemungkinan masih berlanjut hingga tahun ini,” ujar Guguk dengan didampingi Kepala Bidang Pelayanan Faridah Hanum.
Namun demikian, lanjut Guguk, BPJAMSOSTEK Surabaya Darmo tetap akan terus berupaya memberikan pelayanan terbaik bagi peserta atau ahli waris peserta yang ingin mengajukan klaim. Dikatakan, untuk pelayanan di masa pandemi Covid-19 ini pihaknya memberikan pelayanan melalui aplikasi Lapak Asik online, onsite dan kolektif perusahaan.
Menurutnya, protokol Lapak Asik ini merupakan alternatif terbaik di masa Pandemi Covid-19, yang tujuannya untuk mengurangi kontak fisik, di samping lebih memudahkan peserta BPJS Ketenagakerjaan. Layanan ini juga telah diterapkan oleh seluruh Kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaan. (Ganefo).