Beritalima.com ( Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh menyatakan dukungan penuh terhadap penolakan warga Kemukiman Pameu, Kecamatan Rusip Antara, Kabupaten Aceh Tengah, terhadap kehadiran perusahaan tambang PT Pegasus Mineral Nusantara (PT PMN).
Penolakan ini disampaikan warga secara terbuka dalam aksi yang dilakukan Senin, 22 Oktober 2024, ketika perwakilan perusahaan hendak melakukan sosialisasi rencana tambang.
Warga menyuarakan penolakannya dengan membentangkan spanduk sebagai simbol ketidaksepakatan mereka terhadap kehadiran perusahaan tambang tersebut.
Direktur WALHI Aceh, Ahmad Shalihin, atau yang akrab disapa Om Sol, menyebut penolakan ini didasari oleh kekhawatiran masyarakat terhadap dampak negatif dari aktivitas tambang, terutama kerusakan lingkungan dan hilangnya lahan pertanian.
Om Sol menjelaskan bahwa aktivitas pertambangan berpotensi menambah beban sosial dan ekonomi bagi masyarakat setempat, dengan dampak langsung terhadap lingkungan, seperti pencemaran air dan rusaknya sumber penghidupan warga.
Bahkan, meski perusahaan baru pada tahap kajian studi, gelombang penolakan dari warga sudah menguat.
WALHI Aceh telah menerima surat dari Kepala Mukim dan empat kepala kampung di Pameu yang meminta pendampingan dalam menolak keberadaan tambang tersebut.
Walaupun belum melakukan pendampingan langsung, WALHI Aceh menyatakan siap mendukung warga dalam perjuangan mereka.
Om Sol menambahkan bahwa area tambang yang direncanakan seluas 996,8 hektar dapat membawa dampak buruk bagi perekonomian masyarakat, termasuk ancaman terhadap lahan pertanian dan perkebunan yang menjadi sumber penghidupan utama warga setempat.
Kemukiman Pameu sendiri memiliki kekayaan alam yang melimpah, termasuk 28 sungai yang menjadi sumber biodiversitas dan menopang perekonomian masyarakat.
Kehadiran tambang, menurut Om Sol, tidak hanya akan merusak ekosistem ini, tetapi juga mengancam keberadaan 1.859 warga di empat kampung, yakni Kampung Tanjung, Paya Tampu, Merandeh Paya, dan Kuala Rawa.
Warga di kampung-kampung tersebut berisiko dipindahkan apabila aktivitas tambang dimulai. Selain itu, Om Sol mengingatkan bahwa potensi bencana hidrologi dan konflik satwa juga dapat terjadi jika perusahaan tambang beroperasi.
Pameu bukan hanya soal sumber daya alam, tapi juga sejarah panjang keberadaan masyarakatnya, dibuktikan dengan adanya makam tua dan situs-situs bersejarah yang kini terancam hilang jika tambang beroperasi.
Dalam studi AMDAL yang diterbitkan, sejumlah dampak negatif telah dicatat, mulai dari penurunan kualitas udara, pencemaran air, hingga dampak kesehatan bagi masyarakat.
WALHI Aceh menekankan bahwa dampak ini tidak hanya akan dirasakan oleh warga Pameu, tapi juga oleh masyarakat luas di wilayah hilir.
Oleh karena itu, WALHI Aceh mendesak pemerintah dan pihak terkait untuk menghormati hak dan sikap warga yang menolak tambang tersebut,”(**)