Ketua Depicab SOKSI Gresik, Ahmad Nurhamim, menyatakan keprihatinannya terhadap kondisi tersebut.
“SOKSI Gresik prihatin melihat masih tingginya angka pengangguran. Ini sering memicu aksi demonstrasi masyarakat. Kami berharap ada langkah cepat dan konkret dari pemerintah daerah dalam menekan angka tersebut,” ujar Nurhamim dalam keterangan persnya di Kantor Depicab SOKSI Gresik, Sabtu (1/11/2025).
Politikus yang akrab disapa Anha ini menegaskan, pemerintah daerah sebenarnya telah memiliki dasar hukum yang kuat dalam menanggulangi pengangguran, yakni Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan.
“Perda ini seharusnya menjadi pedoman pemerintah untuk menekan tingginya angka pengangguran di Gresik,” jelasnya.
Sebagai Wakil Ketua DPRD Gresik, Anha menambahkan bahwa perda tersebut merupakan inisiatif DPRD sebagai bentuk keprihatinan terhadap masalah tenaga kerja. Dalam aturan itu, diatur bahwa warga ber-KTP Gresik berhak menempati minimal 60 persen formasi kerja setiap kali perusahaan membuka lowongan.
Namun di lapangan, lanjutnya, kebijakan tersebut belum berjalan efektif.
“Masih banyak laporan bahwa lowongan kerja justru diisi oleh tenaga dari luar Gresik. Bahkan ada dugaan praktik ‘orang dalam’ yang bermain dalam rekrutmen tenaga kerja,” ungkapnya tanpa menyebut pihak yang dimaksud.
Anha juga menyoroti lemahnya pendataan di Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Gresik. Ia menilai, instansi tersebut belum mampu menunjukkan data akurat terkait jumlah warga Gresik yang telah terserap kerja melalui program pemerintah.
“Kami sering menanyakan data real, berapa warga Gresik yang benar-benar sudah bekerja lewat Job Fair atau program Gresik Kerja. Tapi sampai kini datanya belum jelas,” ujarnya.
Ia menambahkan, tantangan utama Disnaker adalah menyiapkan sumber daya manusia yang memiliki keterampilan sesuai kebutuhan dunia industri.
“SOKSI siap berkolaborasi membantu pemerintah dalam menyiapkan tenaga kerja yang kompeten. Tapi tentu harus ada dukungan kebijakan yang konkret,” tegasnya.
Di akhir, Anha mengingatkan agar program pengentasan pengangguran tidak hanya bersifat seremonial atau berjalan saat ada tekanan publik.
“Jangan sampai program hanya aktif saat ada demo, setelah itu kembali seperti biasa tanpa hasil terukur,” pungkasnya.
Jurnalis : Moh Khoiron








