Warga Patuhi Protokol Penanganan COVID-19 Bantu Putuskan Mata Rantai Penyebaran

  • Whatsapp

JAKARTA – Vaksin COVID-19 belum ditemukan hingga kini. Syarat tersebut menyebabkan tidak satu pun yang dapat memprediksikan waktu yang tepat penyebaran virus SARS-CoV-2 akan berakhir.


Menyikapi kondisi tersebut, respons fundamental yang mampu memutus rantai penyebaran yaitu kedisiplinan masyarakat dalam mematuhi peraturan yang berlaku. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan hingga protokol penanganan COVID-19 merupakan koridor regulasi untuk memberikan respons kedaruratan kesehatan masyarakat. Di sisi lain, kesadaran kolektif masyarakat dan semua pihak merupakan syarat mutlak. 


Badan PBB untuk Kesehatan Dunia atau WHO masih memberlakukan status pandemi hingga saat ini. Status pandemik sejak 12 Maret 2020 lalu dan penyebaran virus yang nyata mendorong negara-negara menutup batas negara. Dalam wilayah kedaulatan negara Indonesia, strategi pemutusan mata rantai penyebarannya menggunakan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB. 


PSBB memiliki definisi pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran COVID-19. PSBB ini mengatur peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, dan/atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum. Sampai saat ini pemerintah tidak menerapkan pelonggaran PSBB dan melarang mudik. Kunci keberhasilan penanganan COVID-19 ini adalah memperkuat modalitas sosial melalui gotong royong pada unit terkecil dalam keluarga, baik wilayah yang menyelenggarakan PSBB maupun yang tidak. 


Pengurangan pembatasan sosial dalam pelaksanaan protokol penanganan COVID-19 berarti akan memberikan celah virus ini untuk terus menginfeksi warga. Di sisi lain, tidak ada yang dapat menjamin bahwa seluruh masyarakat berperilaku hidup sehat dan ketat dalam menjalankan protokol penanganan COVID-19.


Virus Corona ini memiliki ukuran diameter 400-500 mikrometer atau 1.400 kali lebih kecil dari sehelai rambut manusia. Risiko mungkin tidak tampak karena ini sangat tidak kasatmata. Namun ancaman keterpaparan COVID-19 dapat terjadi di mana pun, kapan pun dan pada siapa pun.
Dapat dipahami, potensi risiko keterpaparan COVID-19 cenderung diabaikan masyarakat. Ini berdampak juga terhadap pemahaman status COVID-19 ini sebagai bencana nasional, yang telah ditetapkan Pemerintah. Pemerintah Pusat telah menetapkan pandemi ini sebagai bencana nasional, melalui Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020, tertanggal 13 April 2020. 


Ketua Gugus Tugas Nasional Doni Monardo menegaskan bahwa melalui status ini, masyarakat diharapkan dapat bersikap dan bertindak dalam konteks kedaruratan. Kepentingan keselamatan dan keamanan menjadi panduan dalam setiap aktivitas masyarakat. Ini sejalan dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan. 
Kekarantinaan kesehataan yang merujuk pada pintu masuk dan wilayah mencakup pengamatan penyakit dan faktor risiko kesehatan masyarakat terhadap alat angkut, orang, barang dan atau lingkungan, serta respons terhadap kedaruratan kesehatan masyarakat dalam bentuk tindakan kekarantinaaan kesehatan. 


Tidak hanya itu, dalam koridor kekarantinaan kesehatan, setiap individu wajib mematuhi dan aktif dalam penyelenggaraan kekarantinaan. 
“Ini bermakna ada kepentingan yang lebih besar untuk diselenggarakan, yaitu keamanan dan keselamatan. Keputusan ini mendukung beberapa peraturan yang telah ditetapkan sebelumnya, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), tertanggal 31 Maret 2020,” ujar Doni yang juga Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam pesan digital pada Senin pagi (18/5). 


Implementasi PSBB ini sebagai bagian dari konteks kekarantinaan merupakan respons kedaruratan kesehatan masyarakat. Upaya penanggulangan ini dilakukan untuk penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. 


Ketua Gugus Tugas Nasional Doni Monardo menegaskan bahwa kekarantinaan kesehatan ini adalah upaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat. Harus ada upaya antisipatif dan preventif untuk mencegah risiko penularan virus ke daerah lain, khususnya untuk daerah perbatasan antar wilayah dengan memperhatikan pusat moda transportasi di bandar udara, pelabuhan, stasiun kereta api, terminal bis antar wilayah, serta Pos Lintas Batas Negara.


Gugus Tugas Nasional dengan mandat sesuai Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 telah mengeluarkan surat edaran (SE). SE dengan Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19 sangat jelas untuk melengkapi peraturan PSBB yang telah berlaku, serta larangan mudik. 


Pada SE tersebut, Gugus Tugas Nasional juga telah menjelaskan kriteria pembatasan perjalanan orang keluar atau masuk wilayah batas negara dan atau batas wilayah administratif dengan kendaraan pribadi atau sarana transportasi umum, baik darat, udara dan laut, di seluruh Indonesia. 
Tentu, pembatasan sosial berdampak pada perekonomian masyarakat. Dalam konteks ini, pemerintah dan pemerintah daerah bekerja keras untuk mengurangi dampak, seperti dengan bantuan atau pun stimulus bantuan kepada masyarakat. Doni juga mengimbau semua aparat pemerintah hingga paling bawah, yakni RT/RW untuk membantu terhadap data keluarga yang sungguh-sunguh terdampak.


Di sisi lain, kontribusi dan sinergi multipihak untuk membantu masyarakat yang membutuhkan dukungan, khususnya individu dan keluarga dengan tingkat kesejahteraan rendah. 
“Masyarakat Indonesia merupakan kapital terbesar dalam penanggulangan bencana di Indonesia. Saya percaya nilai kegotongroyongan melekat erat di dalam masyarakat kita,” ujar Doni. 


Doni secara serius mengharapkan peran besar masyarakat Indonesia untuk menunjukkan sikap bela negara. Kepatuhan yang tinggi terhadap protokol kesehatan dan implementasi penanganan COVID-19 akan cepat memutus mata rantai penyebaran COVID-19. Perilaku adaptif dalam menghadapi tatanan kehidupan yang baru atau “Normal Baru” harus tetap mempertahankan protokol kesehatan di masa depan. Perilaku hidup sehat dengan memperhatikan 4 sehat 5 sempurna dapat ditransformasikan dengan mengajak untuk menggunakan masker, menjaga jarak, mencuci tangan, menkomsumsi makanan bergizi, berolah-raga, istirahat, serta tidak panik

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait